JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi menguat di kisaran Rp9.175-Rp9.185 per USD. Terjaganya perekonomian Indonesia dinilai mampu membuat pergerakan mata uang Garuda stabil.
“Faktor yang mempengaruhi adalah kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih terkendali dengan tingkat inflasi yang masih cukup terkendali,” kata analis valuta asing, Rahadyo Anggoro di Jakarta, Jumat (4/5/2012).
Selain faktor tersebut, sentiment regional yang memperngaruhi, khususnya dari Eropa, masih memberikan sinyal positif bagi pergerakan Euro terhadap USD. Investor masih mengantisipasi hasil lelang obligasi di kawasan Eropa yakni Spanyol.
“Untuk mencari sumber dana, Spanyol berencana melelang Surat Utang Negara (SUN) senilai 2,5 miliar euro. Sedangkan, Perancis melelang obligasi hingga 7,5 miliar euro. Di sisi lain, bank sentral Eropa (ECB) diprediksi akan mempertahankan suku bunga di level rendah yaitu satu persen," katanya.
Namun, pergerakan mata uang rupiah akan sedikit terhambat dengan adanya data laju inflasi April sebesar 0,21 persen. Inflasi dikaitkan dengan ketidakjelasan kebijakan bahan bakar minyak (BBM). Padahal secara historis biasanya pada April terjadi deflasi.
Dolar AS terus melajutkan apresiasinya hingga berakibat mata uang Garuda kembali tertekan. Rupiah harus ditutup melemah menembus level Rp9.200 per USD.
Bloomberg mencatat kurs tengah rupiah berada di kisaran Rp9.223 per USD, turun 13 poin, sementara rata-rata perdagangan harian mencatat rupiah berada dalam kisaran USD9.170-USD9.223 per USD.
(Martin Bagya Kertiyasa)