JAKARTA - Baru saja Bank Indonesia (BI) memprediksi pergerakan rupiah dapat menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), nyatanya rupiah melemah drastis. Bahkan kurs tengah BI mencatat, rupiah melemah menembus level Rp9.200 per USD.
Bloomberg mencatat rupiah diperdagangkan pada Rp9.226 per USD, turun 36 poin dari posisi sebelumnya, dengan pergerakan harian di kisaran Rp9.190-Rp9.270 per USD.
Sementara kurs tengah BI mencatat rupiah anjlok dengan melemah 22 poin dari Rp9.196 per USD ke Rp9.218 per USD, sepanjang hari, rupiah bergerak dalam rentang Rp9.172-Rp9.264 per USD.
Head of Research Treasury Divison BNI Nurul Eti Nurbaeti mengatakan, aksi profit taking investor yang melanda sebagian besar mata uang Asia terimbas suramnya data ekonomi AS ikut membebani valuta rupiah.
"Sinyal keengganan pelaku pasar mengambil posisi baru jelang akhir minggu lebih dominan menopang the greenback memunculkan tekanan buat rupiah," jelas dia dalam risetnya kepada Okezone, Jumat (4/5/2012).
Menrutnya, penantian investor atas data jobsless claim (payrolls) ikut menambah berat langkah valuta Garuda bertahan dari ancaman pelemahan.
"Kondisi yang tidak pasti tak hanya membebani mata uang RI tapi juga high-yield assets. Apalagi Eropa akan merilis data-data PMI siang hari nanti," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, BI memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah akan terus menguat dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini terkait dengan belum jelasnya implementasi pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Deputi Bidang Fiskal Moneter BI Perry Warjiyo memperkirakan, penguatan rupiah itu akan terus terjadi di sepanjang semester II-2012, di samping juga akan terjadinya capital inflow. Namun mengenai kapan waktunya, Perry menurutnya belum bisa dipastikan.
"Tergantung itu relatif, kan di kuartal I sudah USD1,6 miliar. Tapi beberapa minggu terakhir saya lupa, selain saham, obligasi juga sudah lebih besar dan trennya sudah mengalami peningkatan," ungkap Perry.
(Martin Bagya Kertiyasa)