JAKARTA - Pergerakan rupiah pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini diprediksi masih akan menguat meskipun tipis.
Analis Valuta Asing Rully Nova menyatakan, salah satu faktor penguatan tersebut adalah suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) ditetapkan tidak berubah berada di level 5,75 persen.
"BI rate tetap memang sudah diprediksi. BI kali ini antisipatif untuk mengendalikan inflasi ke depan. BI akan menaikkan suku bunga jangka pendek, itu membuat pelaku pasar lebih optimistis. Artinya pengendalian terhadap inflasi," katanya saat dihubungi Okezone, Jumat (11/5/2012).
Sementara itu, Analis Valuta Asing Rahadyo juga memprediksi hal yang sama. Rupiah masih akan sedikit menguat di level Rp9.240-9.260 per USD. Rahadyo juga mengatakan, pergerakan rupiah tersebut masih dipengaruhi oleh keputusan BI mempertahankan BI Rate di level 5,75 persen.
"Faktor lain, didukung dengan berhasilnya pemerintah Uni Eropa menyelamatkan Yunani setelah menyetujui permohonan pendanaan 5,2 miliar euro yang diambil dari dana talangan Eropa. Meski ada penolakan dari beberapa negara anggota setelah yang kecewa dengan hasil pemilihan umum Yunani," kata Rahadyo.
Pergerakan rupiah pada penutupan perdagangan kamis sore ditutup melemah ke level Rp9.245-9.255. Adapun pelemahan rupiah ini disebabkan sentimen regional terkait Laju ekspor dan impor China pada April yang lebih lambat dari yang diperkirakan.
"Data tersebut dinilai akan menambah tekanan pada pemerintah china untuk menerapkan kebijakan pelonggaran ekonomi guna memacu ekspansi," imbuhnya.
Berdasarkan data Biro Kepabeanan China hari ini, disebutkan ekspor per April naik 4,9 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun, angka tersebut meleset dari perkiraan ekonom yang menduga naik hingga 8,5 persen.
Sementara, impor tumbuh 0,3 persen, jauh di bawah ekspektasi analis yang mencapai 10,9 persen. Ekspor di bulan lalu tertekan lantaran kebijakan penghematan di Eropa, dan berakhirnya periode penguatan yuan terhadap dolar AS pada tahun ini.
"Pemerintah China menilai mata uang sudah mendekati keseimbangan. Selain itu Pelemahan ekonomi di Eropa akan terus membebani pertumbuhan ekspor China dalam beberapa bulan mendatang," pungkasnya.