SURABAYA - Pemerintah akan serius menggarap Coal Bed Methane (CBM) dan Shale Gas atau Gas alam. Hal tersebut dilakukan sebagai solusi energi alternatif masa depan.
Dirjen Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengatakan, untuk CBM aturannya sudah terbit sejak tahun 2006 lalu. Sementara penandatangan kontrak dimulai tahun 2008. "Pada 2008 kita sudah menandatangani kontrak yang pertama. Sekarang ini untuk CBM sudah memiliki 50 kontrak," kata Evita di Sheraton Hotel Surabaya, 15 Mei malam.
Selain CBM, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar soal shale gas. Seperti di Amerika, shale gas ini berkembang sangat pesat. Bahkan, Amerika yang sebelumnya menjadi negara importir shale gas itu kini sudah tidak impor lagi.
Pasalnya, pengembangan shale gas di negera itu sangat pesat sehingga harga shale gas sangat murah. "Indonesia ingin seperti itu. Potensinya sangat besar di Indonesia," katanya.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2011 lalu menerbitkan aturan untuk Unconvetional Gas. Artinya, aturan tersebut bisa digunakan untuk CBM dan shale gas. Dia berharap tahun ini Uncoventional Gas dikembangkan dengan baik dan memenuhi kebutuhan nasional.
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia deposit CBM diperkirakan mencapai 453 trilliun kaki kubik (TVF). Sedangkan Shale Gas mencapai 570 trilliun kaki kubik (TVF). Sedangkan deposit konvensional gas mencapai 343 trilliun kaki kubik. "Jumlah unconventional gas sangat luar biasa besarnya," tegasnya.
Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batu shale di tempat terbentuknya gas bumi. Butuh waktu sekira lima tahun untuk mengubah batu shale menjadi gas. Deposit shale gas ada di Sumatra dan Kalimantan. Sedangkan CBM adalah gas yang dihasilkan dari ekstrasi batu bara. Depositnya berada di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
(Martin Bagya Kertiyasa)