JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diminta untuk memfasilitasi negosiasi harga gas. Negosiasi ini, dilakukan antara asosiasi industri dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS).
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Panggah Susanto mengatakan, asosiasi-asosiasi industri pengguna gas saat ini belum siap untuk menerima kenaikan harga gas, sehingga kemungkinan akan melakukan negosiasi.
"Asosiasi-asosiasi ini karena ada kejutan (harga) yang tinggi jadi mereka tidak terlalu siap. Mereka minta ke kita agar fasilitasi untuk membuka lagi kemungkinan adanya negosiasi harga dari harga yang ditetapkan sekarang," kata Panggah di Jakarta, Senin (21/5/2012).
Dia menjelaskan, kenaikan harga gas yang drastis dan mendadak bisa berdampak terhadap proses serta biaya produksi. "Kalau kenaikannya terlalu drastis begini kan mengejutkan industri, karena semuanya harus dihitung berdasarkan kalkulasi bisnisnya," jelas dia.
"Kalau terlalu mendadak, sementara gas ini merupakan komponen utama dalam proses produksi. Tentu akan punya dampak. Kalaupun harganya dinaikkan belum tentu juga ada jaminan pasokan. Ini menjadi persoalan," tambahnya.
Dia melanjutkan, peningkatan daya saing industri melalui pemanfaatan gas akan dilakukan secara maksimal. "Langkah kami pertama, secara jangka panjang bagaimana gas yang jadi tantangan kita, jadi pendorong daya saing itu bisa dimanfaatkan secara maksimal karena kita produsen gas terbesar di ASEAN," ucapnya.
Pasalnya, saat ini dalam hal tertentu, Indonesia sudah kalah dengan negara lain, seperti infrastruktur. "Jadi kalau itu tidak jadi faktor pendorong utama, tentu kalah kita, karena faktor-faktor lainnya sudah kalah kita, seperti infrastruktur," katanya.
Panggah menuturkan, harga gas di Indonesia berbeda dengan negara lain, sehingga tidak bisa disamakan. Dia mencontohkan, Singapura. "Singapura negara kecil tidak punya SDA. Kalau disamakan dengan Singapura tidak benar karena income per kapitanya lebih besar dan sumbernya gasnya diambil dari kita," jelasnya.
Dia menambahkan, setiap sektor industri juga mengeluarkan biaya tambahan yang berbeda apabila jadi membeli gas dengan harga baru. "Macam-macam tergantung struktur biayanya. Pengaruh tidak sama, tapi berpengaruh," tuturnya
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai, apabila harga gas jadi dinaikan hingga 50 persen, maka itu terlalu tinggi. "Menurut saya kenaikannya terlalu tinggi. Jadi harus duduk bersama. Jangan mau menang sendiri saja. Semua dikumpulin PGN, Pertamina, asosiasi-asosiasi yang pakai gas. Tidak ada yang lihat kepentingan nasional, kentungan bersama," kata Sofjan.
Di sisi lain, lebih lanjut Panggah mengatakan, pembangunan smelter saat ini masih terkendala masalah pasokan listrik. "Masalah jumlah pasokan voltase di Jawa masih bermasalah apalagi di luar Jawa," katanya.
Sofjan menambahkan, pembangunan smelter di dalam negeri harus didukung pasokan listrik. "Kalau mau bikin smelter punya listrik enggak? Harus satu paket," tandasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)