MEDAN - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara mencatat makin tergerusnya realisasi ekspor komoditas Crude Palm Oil (CPO) akibat krisis global yang belum kunjung membaik. Tren penurunan harga dan permintaan yang terjadi sejak awal tahun ini pun membuat devisa Sumatera Utara yang didominasi oleh CPO diprediksi menurun dibandingkan tahun lalu.
“Tahun lalu, nilai ekspor lemah dan minyak hewan/nabati kita naik sekitar 22 persen ke angka USD4,4 miliar. Sementara hingga Mei lalu kita hanya mendapatkan devisa USD1,651 miliar. Posisi ini dibandingkan Mei tahun lalu turun sekitar 0,56 persen. Meski terbilang kecil penurunannya, namun dampaknya cukup luas mengingat sumut sebagai salah satu produsen CPO terbesar nasional, dan komoditas ini merupakan pemberi devisa non-migas terbesar sumut setiap tahunnya.” Kata Bendahara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara Laksamana Adyaksa pada Okezone, Minggu (29/7/2012).
Laksamana juga mengatakan, akan sulit menggenjot peningkatan ekspor pada bulan-bulan ke depan. Pasalnya mendekati panen raya pada September mendatang, ada kecenderungan penurunan harga. Disamping itu musim libur yang selalu datang pada akhir tahun, membuat permintaan juga akan menurun.
“Kenapa kita berani memprediksi ini akan turun, karena memang biasanya maksimalisasi pasar itu dapat dilakukan di triwulan pertama hingga triwulan kedua, karena di triwulan ketiga ada panen raya termasuk untuk komoditas substitusi CPO seperti bunga matahari, dan triwulan ke empat sampai pertama itu musim libur. Negara-negara importir biasanya mengurangi permintaan. Biasanya penurunannya cukup besar," tambahnya.
Untuk diketahui, pada Juni ini harga jual CPO berada di kisaran Rp8 ribu per kilogram (kg). Meningkat dibandingkan pada Mei yang berada di kisaran Rp7.400-Rp7.500 per/kg. Namun peningkatan ini diakui sangat fluktuatif mengingat munculnya fundamental perekonomian Eropa yang memberikan implikasi negatif pada pasar komoditas internasional.
(Widi Agustian)