JAKARTA - Asosiasi Pilot Indonesia menilai kondisi lapangan bandara di Indonesia khususnya di daerah terpencil tidak memadai dan tidak mempunyai standar safety yang sama.
"Di daerah terpencil Papua itu bandaranya pendek-pendek, kadang-kadang terabaikan safetynya. Di negara luar itu safetynya sama semua. Tidak ada di beda-bedakan," ujar Ketua Asosiasi Pilot Indonesia Hasfrinsyah saat RDP dengan komisi V di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (9/4/2013).
Hasfrinsyah menambahkan, bandara-bandara yang lain juga seperti di Pontianak kurang fasilitas yang membuat landingnya pesawat harus holding 10-20 menit.
"Bandara juga yang licin, di Pontianak, banjir, banyak burung-burung di situ. Bandaranya lampunya mati, itu siapa yang disalahkan? Itu terjadi masalah. Hampir 10-20 menit holding. Itu merugikan semua, company, penumpang, akan makan waktu, dan tentunya bahan bakar (fuel) menambah, tapi hal yang harusnya tidak terjadi kok terjadi. Ini harus diselesaikan," jelasnya.
Hasfrinsyah menuturkan, dengan terjadinya seperti itu akan menambahkan cost untuk airlines. Pasalnya, dengan membenarkan safety untuk lapangan bandara tidak memakan biaya yang mahal.
"Kami menambahkan fuel, kami harus menambahkan fuel setiap 20 menit,itu kalo di itung bisa sampai 1,7 ton per penerbangan. Kalo bangun bandara berapa sih biayanya. Patung-patungan lah para airlines. Karena safety nomor satu, mohon landasan yang pendek dilengkapi, biar terhindar dari kecelakaan," pungkasnya. (wan)
(Widi Agustian)