Sekretaris Jaringan Masyarakat Gambut Sumsel, Dartok menyatakan kekhawatiran pasokan kayu untuk beroperasi pabrik baru tersebut yang diperkirakan akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
Koalisi lingkungan mengeluarkan permintaan resmi kepada APP terkait kejelasan mengenai verifikasi dan rehabilitasi lahan terbakar dan mega proyek pembangunan pabrik kertas terbaru itu.
"Kami minta pemerintah Indonesia untuk melakukan audit lingkungan, meninjau ulang perizinan, dan penegakan hukum bagi vendor-vendor APP yang terbukti bersalah," tegasnya.
Sebab, lanjut dia, APP telah berulangkali mengumumkan kebijakan "zero deforestation" diterapkan secara internal dan wajib dipatuhi oleh seluruh vendor.
"Jika APP tak berhasil dapatkan pasokan kayu cukup di Sumsel, maka mungkin akan buka lahan wilayah lain di Sumatera, bahkan Kalimantan dan Papua," terangnya.
Chief Regional Officer OKI Pulp and Paper Mills, Eddy Mahmud tahun lalu menargetkan, pembangunan pabrik bubur kayu dan kertas berkapasitas dua juta ton per tahun rampung pada akhir tahun 2016.
Pihaknya mengklaim pabrik berkapasitas terbesar di dunia tersebut berlokasi di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel dengan proses pembangunannya telah dimulai sejak tahun 2013.
Selain memproduksi pulp, lanjut dia, pihaknya juga akan memproduksi kertas tisu dengan kapasitas produksi sekitar 500.000 per tahun dengan berorientasi ekspor.
"Untuk pulp 80 persen dari total produksi diekspor, sedangkan sisanya pembuatan tisu sementara untuk produksi tisu sendiri 95 persen akan dipasarkan untuk ekspor," katanya.
Dengan total produksi pulp dan paper tersebut, ucap dia, maka perusahaan memperkirakan nilai ekspor bisa mencapai USD1,4 miliar per tahun atau setara Rp15,56 triliun.
Adapun terkait bahan baku untuk produksi, pihaknya telah menanam kayu sejak tahun 2004 dengan total realisasi luas tanam sekitar 300 ribu hektare dari areal konsensi seluas 580 ribu hektare.
"Tanaman kami sudah siap panen, justru pabriknya yang terlambat. Awalnya akan dibangun terpisah pada dua kabupaten, tetapi kami putuskan pabrik pengolahan dipusatkan di OKI," bebernya.
(Fakhri Rezy)