Beda Inovatif dan Kebodohan di Mata Bos Garda Oto

Martin Bagya Kertiyasa, Jurnalis
Rabu 27 April 2016 05:46 WIB
CEO Asuransi Astra Santosa (Foto: Dok. Asuransi Astra)
Share :

"Lalu datang Toshiba, Panasonic dan perusahaan korea bikin memory, mereka datang ke Amerika dan bilang 'ini memory, sampling, kalau Anda merasa ini setara dengan Intel, berapa pun harga yang ditawarkan intel, kita bisa kasih 10 persen lebih murah. kalau kompetitor udah bilang gitu, apa enggak pusing," katanya.

"Sementara memori kan komoditi, apa fiturnya? Enggak ada, paling hanya defrag rate. Begitu di test, oh defrag ratenya ternyata tidak jauh bebeda dengan intel, harganya 10 persen lebih murah. Akhirnya clien datang dong ke intel, mereka bilang bisa kalian turun, ya turun lah terpaksa Intel. Pas Intel turun, mereka turun lagi 10 persen, habislah. Begitu quality sama harga lebih murah enggak punya pilihan," jelas dia.

Santosa mengisahkan, dua tahun setelah peperangan tersebut Andrew mulai pusing memikirkan keberlanjutan perusahaan. Akhirnya dia pun membuat sebuah langkah yang cukup ekstrem.

"Dia kumpulin semua direksinya lalu bilang, hari ini kita semua dipecat, besok pagi anggap semua di sini adalah direktur baru, jadi apa yang musti kita lakukan? Akhirnya semua facility dia jual ke Jepang, lalu dia riset, mana yang punya prosepek. Akhirnya keluarlah 8088 dan 8086 yang sekarang kita kenal dengan celeron dan chipset lain pentium," jelas dia.

"Tidak banyak orang yang berani seperti itu, saya enggak yakin misalnya pak Pri (Dirut Astra) datang. Automotif jelek, kita jual yuk, enggak mungkin kan ada yang bicara seperti itu," katanya di iringi tawa lepas

"Sama seperti Nokia, dulu pasarnya hampir 100 persen, tapi kenapa dia gagal? Karena enggak berani untuk kanibal bisnis. Orang itu untuk kanibal kadang enggak berani, nervous," tambah dia.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya