JAKARTA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor`s (S&P), setelah lembaga tersebut memperingatkan bahwa banyak kebijakan yang tidak terlaksana di bawah kepemimpinannya dan bisa berakibat diturunkannya rating kredit negara tersebut.
Dalam sebuah pernyataannya, S&P menilai kebijakan Duterte untuk meningkatkan hukum dan ketertiban umum, mengakibatkan banyak pembunuhan di luar hukum dan dapat merusak supremasi hukum serta hak asasi manusia.
Perang melawan Narkoba di Filipina, telah menewaskan setidaknya 3.500 orang setelah The Punisher, julukan untuk Duterte, resmi dinobatkan sebagai presiden pada 30 Juni. Korban jiwa sebanyak itu tak lain adalah hasil operasi militer untuk memberangus pengedar narkoba yang menolak menyerahkan diri ke kantor polisi.
"Dikombinasikan dengan kebijakan presiden terkait dengan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional, kami percaya bahwa stabilitas dan kebijakan prediktabilitas telah berkurang," kata S&P dalam sebuah pernyataannya seperti dilansir dari Forbes.
Meski demikian, S&P tetap mempertahankan peringkat kredit negara tersebut di BBB/A-2, dengan outlook stabil, seiring dengan fundamental ekonomi Filipina yang kuat dan pengaturan fiskal yang pruden.
S&P pun memperingatkan akan menurunkan peringkat jika agenda reformasi ini gagal atau jika ada pembalikan arah fiskal di Filipina.
Menanggapi hal tersebut, Duterte pun mengeluarkan sumpah serapah, saat melakukan pidato di markas polisi Cagayan de Oro. Dia berpendapat bahwa permasalahan obat-obatan terlarang adalah masalah yang utama, bukan bagaimana pidatonya.