Jadi Pelopor Perdagangan di Pasar Baru

Koran SINDO, Jurnalis
Kamis 26 Januari 2017 11:20 WIB
Foto: Koran Sindo
Share :

SEBAGAIMANA kota-kota besar di Indonesia, sejarah Kota Bandung juga tidak lepas dari keberadaan etnik Tionghoa. Konon etnik ini berpindah ke Bandung saat pecah Perang Diponegoro (1825-1830).

Setiba di Bandung, mereka sebagian besar tinggal di Kampung Suniaraja dan sekitar Jalan Petjinan Lama. Mereka menetap dan mencari nafkah di sana. Kemarin komunitas pencinta sejarah bernama Komunitas Aleut dan Best Western La Grande Hotel Bandung menyusuri tempat-tempat bersejarah etnik Tionghoa yang masih terjaga hingga kini. Destinasi pertama adalah sebuah kedai tua bernama Warung Kopi Purnama. Kedai di Jalan Alkateri No 22 Asia- Afrika Bandung ini sudah ada sejak 1930, didirikan oleh Yong A Thong asal Medan.

Dia memperkenalkan kopi tiam di kawasan itu, kini kedai kopi dikelola generasi keempat. Masuk ke kedai ini seperti dibawa ke suasana Bandung zaman kolonial. Kursi-kursi jati dan meja marmer menyambut hangat, konon furnitur ini tidak pernah diganti sejak kedai ini dibuka. Masih berhubungan dengan kopi, destinasi kedua adalah Pabrik Kopi Aroma di kawasan Banceuy. Bangunannya bergaya pecinan, serba-tertutup kecuali satu pintu kecil yang terbuka tempat pembeli mengantre. Aroma kopi sudah memenuhi udara beberapa meter sebelum sampai ke toko ini.

Didirikan oleh Tan How Sian pada 1930, toko kopi ini sekarang menjadi salah satu oleh-oleh yang wajib dibawa dari Bandung. Kawasan pecinan yang masih terjaga adalah Jalan Petjinan Lama. Jalan ini berada tepat di samping Jalan Banceuy dan mengarah langsung menuju Pasar Baru. “Pasar Baru rupanya menjadi asal-muasal perdagangan di kota ini dan terdapat sejarah literasi etnik Tionghoa di sini. Kawasan dagang para saudagar kaya asal Sunda, Jawa, Palembang, India, dan Arab,” ujar Koordinator Literasi Komunitas Aleut, Irfan Teguh Pribadi.

Perjalanan dilanjutkan ke toko obat herbal yang sudah berdiri sejak 1880-an, yakni Baba Kuya. Toko obat yang didirikan oleh Tan Sioe How ini menjual bahan-bahan obat yang tidak hanya digunakan para sinshe (pengobatan Cina) tapi juga pengobatan modern. Sementara bagi pencinta kuliner, jejak etnik ini di Bandung adalah cakue osin. Di Jalan Babatan berdiri sebuah warung cakue khas Tionghoa sejak 1934. Toko yang hanya buka sejak pukul 07.00 hingga 11.00 ini memiliki banyak menu khas, bukan hanya cakue, tetapi ada juga kompia dan kue cinsoko. Bangunan bersejarah lain adalah Kelenteng Satya Budhi.

Kelenteng ini dibangun warga Tionghoa yang diprakarsai Letnan Tan Djoen Liong. Pada awalnya kelenteng ini bernama Kuil Hiap Thian Khong yang artinya Istana Para Dewa. Kelenteng ini dibangun pada zaman Dinasti Han dan telah dilakukan pemugaran pada 1958 dan 1985. “Kelenteng ini memiliki gaya arsitektur Tiongkok selatan, didominasi warna merah dan ukiran yang artistik. Tak mengherankan bila kelenteng ini menjadi favorit para jemaat berkunjung,”ujar Irfan.

(Raisa Adila)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya