JAKARTA - Jika dahulu perusahaan mengandalkan semata-mata e-mail dalam berkomunikasi, sekarang beralih pada penggunaan media sosial secara langsung (real time ) dan dilakukan dalam bentuk percakapan atau dialog sehingga hal-hal yang dahulu perlu menunggu waktu untuk memperoleh jawaban sekarang dapat diperoleh pada saat percakapan berlangsung.
Jaringan dalam memperoleh jumlah anggota mudah dibentuk dengan sistem pertemanan (members, friends). Namun, yang perlu dipelajari lebih jauh adalah pengaruh dan kaitannya terhadap bottomline, sekalipun harus diakui bahwa dalam membina hubungan, membangun jaringan (network), dan memberikan dampak penggunaan media sosial sangat efektif.
Ada dua kriteria utama yang menjadi syarat untuk keberhasilan strategi bisnis sosial dari segi internal:
a. selaras dengan gol strategi korporat. Media sosial menggantikan peran iklan sekaligus membina hubungan masyarakat, keduanya digabungkan. Apa yang menjadi gol dalam strategi perusahaan merupakan objektif yang harus dicapai dan media sosial adalah salah satu sarana penunjang bukan tujuan utama.
b. Selaras dengan dan tersedia dukungan untuk melakukan eksekusi terhadap strategi keduanya; korporat dan media sosial.
Media sosial hanya berjalan efektif jika hasilnya dapat ditindaklanjuti tidak sekadar menikmati popularitas. Menurut Brian Solis, awardwinning author, princial analyst Altimer Group, yang dimiliki Prophet Company, ada enam tahapan untuk mentransformasi; memanfaatkan media sosial secara maksimal:
1. planning,
2. presence,
3. engagement,
4. formalized,
5. strategic,
6. converged .
Mari kita tinjau satu per satu: Tahapan pertama, planning- listen to learn,
a. memahami bagaimana pelanggan mempergunakan saluran atau jaringan media sosial,
b. memprioritaskan goal strategis, di mana media sosial dapat memberikan dampak terbesar.
Tujuan dari tahapan pertama ini untuk memastikan dasar yang kuat bagi pengembangan strategi, penyelarasan organisasi, pengembangan sumber daya, dan eksekusi. Kunci pemahaman terhadap tahapan ini adalah mendengarkan masukan dari pelanggan untuk mempelajari perilaku sosial, merancang pilot project untuk memprioritaskan upaya sosial dan melakukan audit untuk mengetahui kesiapan internal organisasi.
Tahapan kedua, presencestake our claim,
a. memperkuat upaya marketing yang sedang dijalankan,
b. mendorong untuk lebih berani berbagi.
Mencanangkan kemampuan dan tekad kita, merepresentasikan evolusi alamiah dari perencanaan ke tindakan. Dengan perjalanan kita, pengalaman kita meneguhkan kehadiran kita secara formil dan kehadiran yang diketahui di media sosial. Kunci pemahaman dalam tahapan ini termasuk mendongkrak konten sosial untuk memperkuat upaya pemasaran, menyediakan informasi untuk mendukung isu-isu pascatransaksi dan menyelaraskan metrik dengan objektif departemen dan atau bisnis fungsional.
Tahapan ketiga, engagement- dialog deepens relationship,
a. menggerakkan pemikiran dan memandu pertimbangan untuk membeli,
b. menyediakan dukungan langsung bagi keterlibatan karyawan.
Pada waktu organisasi tiba pada tahapan ini, mereka harus berkomitmen bahwa media sosial bukan sesuatu nice to have, tetapi merupakan elemen dalam membangun hubungan. Kunci pemahaman pada tahapan ini termasuk partisipasi dalam dialog dan pembicaraan dalam membangun komunitas, menyediakan dukungan melalui keterlibatan langsung maupun melalui orang-orang, mendirikan manajemen risiko, disiplin menjadi pola pikir, dan mendorong keterlibatan karyawan melalui jaringan sosial perusahaan.
Tahapan keempat, formalized- organize to scale ,
a. set governace for social,
b. menciptakan disiplin dan proses,
c. gol bisnis yang strategis.
Risiko inisiatif sosial yang tidak terkoordinasi adalah dorongan utama bagi organisasi perusahaan untuk melangkah ke tahapan keempat, di mana pendekatan formal difokuskan pada tiga aktivitas kunci:
1. mendirikan sponsor eksekutif,
2. menciptakan poros seperti CoE (center of excellent) dan
3. mendirikan pengelolaan menyeluruh organisasi.
Organisasi harus bersiap diri terhadap kemungkinan ketidakmampuan dan ketidakberdayaan CoE, di mana dengan mendirikannya justru dapat menyebabkan bertambahnya masalah di kemudian hari.
Tahapan kelima, strategicbecoming a social business :
a. memperluas ke seluruh unit bisnis,
b. Dilanjutkan ke departemen: HR, penjualan, keuangan, dan rantai distribusi,
c. Keterlibatan C-level.
Dengan terjadinya migrasi organisasi sejalan dengan dampak bisnis yang nyata. Ini menangkap perhatian dari level eksekutif dan kepala departemen yang melihat potensi dari sosial. Kunci pemahaman pada tahapan ini termasuk mengintegrasikan sosial ke dalam semua unsur dan elemen bisnis: menggalang keterlibatan eksekutif, membentuk badan atau dewan pengarah, dan mendorong operasional jangkauan sosial ke unit-unit bisnis.
Tahapan keenam, convergedbusiness is social :
a. transformasi dengan memanfaatkan dan mendayagunakan media sosial,
b. mengintegrasikan filosofi sosial pada semua aspek dan elemen perusahaan.
Sebagai hasil dari cross-functional (lintas fungsi) antardepartemen dan dukungan eksekutif, strategi bisnis sosial mulai bergelombang memasuki sendi-sendi organisasi yang terus berputar. Untuk melangkah ke tahapan ini, organisasi perlu membuat komitmen berpegang pada proses bisnis strategi yang menjadi acuan, menggabungkan sosial dengan digital, menciptakan pengalaman menyeluruh pelanggan dengan media yang terpusat, dan mengembangkan budaya sosial yang menyeluruh.
DR. ELIEZER H. HARDJO PH.D., CM
Ketua Dewan Juri Rekor Bisnis (ReBi) & The Institute of Certified Professional Managers (ICPM)
(Rizkie Fauzian)