Ini Alasan Rangkasbitung Makin Menjanjikan

Koran SINDO, Jurnalis
Selasa 25 April 2017 12:41 WIB
Foto: Antara
Share :

LEBAK - Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten dengan Kecamatan Rangkasbitung sebagai ibu kota.

Rangkasbitung menjadi ibu kota terakhir Kabupaten Lebak setelah sempat pindah ibu kota sebanyak tiga kali. Pada tahun 1851 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 15 tanggal 17 Januari 1849, Ibu Kota Kabupaten Lebak di Warunggunung dipindahkan ke Rangkasbitung.

Pelaksanaan pemindahannya secara resmi baru dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 1851. Sebelum Ibu Kota Kabupaten Lebak di Warunggunung, Ibu Kota Kabupaten Lebak di Lebak Parahiang yang saat ini menjadi Kecamatan Leuwidamar. Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Lebak ke Warunggunung terjadi pada sekitar tahun 1843. Rangkasbitung sebagai ibu kota sempat menjadi daerah tertinggal.

Namun, semangat pembangunan yang ingin dilakukan Pemkab Lebak, terutama di sekitar perkotaan Rangkasbitung, mulai mengubah segalanya. Denyut Rangkasbitung menggeliat, wajahnya pun semakin cantik. Pengembangan Ibu Kota Rangkasbitung terjadi sejak tiga periode, yaitu saat Kabupaten Lebak dipimpin Mulyadi Jayabaya selama dua periode dan Iti Octavia Jayabaya.

Mulyadi Jayabaya menjadi Bupati Lebak ke-19 dan 20, memimpin sejak 2003 hingga 2013. Kemudian anaknya, Iti Octavia Jayabaya, menjabat Bupati Lebak 2014-2019. Beberapa pembangunan di Kota Rangkasbitung yang monumental, yaitu Pembangunan Masjid Agung Alun-Alun Rangkasbitung. Peninggalan dari pembangunan Mulyadi Jayabaya ini menjadi sarana ibadah yang megah dan alun-alun menjadi ruang publik yang nyaman bagi masyarakat Kabupaten Lebak. Pembangunan Kota Rangkasbitung dilanjutkan oleh Iti Octavia Jayabaya.

Selain mempercantik sarana yang ada, Iti Octavia Jayabaya membangun beberapa ruang publik, yaitu Balong Ranca Lentah, Stadion Ona (Hutan Kota), Taman Hati, dan Museum Multatuli, serta Perpustakaan Saija dan Adinda. Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, Rangkasbitung merupakan wajah Kabupaten Lebak yang harus cantik dilihat. Karena itu, pengembangan Kota Rangkasbitung akan memiliki daya tarik, baik di Indonesia maupun mancanegara.

“Kabupaten Lebak saat ini akan memiliki Museum Multatuli. Dengan sejarahnya, Saija dan Adinda akan menjadi landmark -nya Rangkasbitung,” kata Iti. Menurutnya, Museum Multatuli yang belum beroperasi saat ini, tetapi sudah menjadi daya tarik orang untuk berselfi ria. “Apalagi, ke depan akan ada patung Multatuli dan dalamnya sudah lengkap,” ujarnya.

Saat KORAN SINDO mengunjungi lokasi Museum Multatuli serta Perpustakaan Saija dan Adinda yang pernah menjadi tempat Eduard Douwes Dekker ini, salah satu item -nya yang ditampilkan menggunakan hasil sumber daya alam berasal dari Kabupaten Lebak untuk bangku taman yang menggunakan batu sempur hasil kerajinan masyarakat Kecamatan Maja.

Kedua lokasi itu berada di areal alun-alun. Memang bagi masyarakat Lebak, alun-alun menjadi tempat favorit untuk rekreasi keluarga atau sekadar bersantai melepas penat. Setiap akhir pekan atau sore hari alun-alun selalu ramai dikunjungi masyarakat. Apalagi, di alun-alun ini dilengkapi fasilitas pendukung gerai pedagang dan toilet umum. Tidak hanya itu, di Rangkasbitung terdapat Balong Ranca Lentah atau Embung atau kolam besar.

Keberadaan Balong Ranca Lentah dikembangkan menjadi Pusat Wisata Kuliner di Kota Rangkasbitung. Stadion Ona selain menjadi pusat kegiatan olahraga, fungsinya sekaligus menjadi Hutan Kota. Selain itu mulai beroperasinya KRL Commuter Line relasi Tanah Abang- Rangkasbitung pada Sabtu (1/4/) semakin menambah denyut kehidupan Rangkasbitung. Kehadiran KRL membuat stasiun terbesar di Banten ini mengalami sejumlah perubahan fisik.

Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Commuter Jabodetabek (KCJ) telah memulai renovasi Stasiun Rangkasbitung sejak 2016 lalu. Direktur Utama KCJ M Nurul Fadhila mengatakan, ada sejumlah infrastruktur yang dipasang di Stasiun Rangkasbitung di antaranya gate untuk tap tiket dan ruang loket. Ada 11 gate untuk masuk-keluar penumpang di stasiun ini. Enam gate untuk masuk dan lima gate untuk keluar.

Akses masuk dan keluar tidak melalui area yang sama, namun dipisahkan melalui pintu yang berjarak sekitar 10 meter. Perubahan lain di dalam area stasiun adalah peron portabel berupa tangga untuk turun dan naik penumpang ke dalam KRL. Namun, tangga ini baru dipasang di peron dua. Di dalam stasiun yang juga difungsikan sebagai ruang tunggu penumpang, disediakan kursi cukup banyak, khas stasiun-stasiun besar.

Di salah satu sudut juga disediakan tempat untuk men-charge handphone . Kepala Stasiun Rangkasbitung Endarno mengatakan, kehadiran KRL ke Rangkasbitung membawa banyak perubahan. Selain dari sarana stasiun, jumlah penumpang tambah banyak. “Antusiasme penumpang cukup besar, ada peningkatan signifikan,” tuturnya.

Ade Suhendar, warga Rangkasbitung, mengaku senang dengan kehadiran KRL ke Rangkasbitung. Dia tidak lagi kesulitan untuk ke Jakarta, khususnya Tanah Abang. “Sangat terbantu, apalagi saya pedagang pakaian,” tuturnya. (tro)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya