JAKARTA - Retail modern 7-Eleven akan menutup seluruh gerainya pada 30 Juni. Saat ini, 7-Eleven di bawah manajemen PT Modern International Tbk (MDRN) mulai menutup gerainya di beberapa lokasi di Jakarta.
Penutupan 7-Eleven ini tentunya mengejutkan sejumlah pihak. Utamanya adalah kalangan anak muda yang telah terbiasa dengan konsep baru yang ditawarkan oleh 7-Eleven. Konsep baru tersebut adalah adanya tempat untuk 'nongkrong' yang nyaman bagi konsumen. Lantas, apa sebenarnya penyebab utama tutupnya 7-Eleven?
Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Mande mengatakan, bangkrutnya 7-Eleven ini tak terlepas dari minimnya dukungan pemerintah. Akibatnya, 7-Eleven sulit melakukan ekspansi usaha hingga ke berbagai daerah.
"Ada aturan bahwa (minimarket) di bawah 400 meter persegi harus dimiliki lokal. Aturan ini perlu direvisi karena retail sulit ekspansi," kata Roy kepada Okezone.
Menurutnya, pemerintah perlu mengeluarkan aturan yang lebih konkret dan mendukung perkembangan gerai retail modern di Indonesia. Jika tidak, kemungkinan gerai retail modern lainnya bernasib sama seperti 7-Eleven. "Tidak menutup kemungkinan jika pemerintah tidak antisipatif. Regulator perlu antisipatif terutama karena retail ini sedang 'sakit'," ujarnya.
Seperti diketahui, Direktur MDRN Chandra Wijaya menyatakan, perseroan berencana melakukan transaksi material perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convinience di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset yang menyertainya kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia.
Namun, transaksi tersebut batal karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan. "Hal material yang berkaitan dan yang timbul sebagai akibat dari pemberhentian operasional gerai 7-Eleven ini akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, dan akan diselesaikan secepatnya," katanya.
(ulf)
(Rani Hardjanti)