JAKARTA - Dalam mengatasi masalah ketimpangan dan kemiskinan, pemerintah perlu bekerja dengan agresif. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa bekerja sendiri.
Pemerintah membutuhkan partisipasi masyarakat. Kemiskinan dan ketimpangan merupakan masalah kita bersama. Oleh karena itu, pemerintah memerlukan dukungan dan kerja sama atau kolaborasi dengan semua kalangan seperti LSM, akademisi, pemerintah daerah, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan perlunya peran swasta guna mempercepat pengurangan angka kemiskinan dan mengatasi ketimpangan.
"Demikian pula dengan pemerintah daerah, karena apa pun programnya, pada akhirnya dieksekusi di daerah," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (11/8/2017). Hal ini disampaikan Bambang dalam closing remarks Indonesia Development Forum (IDF) 2017.
Baca Juga: Atasi Ketimpangan, Kebijakan Pemerintah Harus Prosektor Riil
Selanjutnya, Bambang juga mengatakan pemerintah akan fokus memperbaiki taraf hidup 40% penduduk terbawah dalam struktur ekonomi. Itu artinya, intervensi pemerintah akan difokuskan pada kelompok masyarakat tersebut. “Sejauh ini, Indonesia sudah baik polanya dalam mengurangi kemiskinan, tetapi belum cukup agresif. Tentu banyak area yang harus diperbaiki, “ jelasnya.
Saat ini, pemerintah punya komitmen yang kuat dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan. Setidaknya, hal tersebut tertuang dalam Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Pada 2019, tingkat kemiskinan diharapkan dapat turun menjadi 7%-8% dari angka baseline 11,22% pada 2015. Demikian pula, angka ketimpangan diupayakan menurun dari 0,408 pada 2015 menjadi 0,36 di akhir RPJMN.
Baca Juga: Top! Pemerintah Maksimalkan Kebijakan Prokelompok Miskin
Selama dua hari pelaksanaan IDF yang dihadiri sekira 1.500 peserta dengan latar belakang yang berbeda-beda, menurut Bambang, terdapat usulan agar kebijakan pemerintah mempertimbangkan aspek kewilayahan, konteks sosial, budaya, kearifan lokal, inklusi gender, dan kelompok berkebutuhan khusus untuk pertumbuhan yang lebih inklusif.
Selain itu, agar kebijakan pemerintah juga memerhatikan konteks hubungan antarinstitusi, relasi antara pemerintah pusat dan daerah antarwilayah, dan lintas kementerian lembaga, mitra pembangunan, swasta, dan pihak terkait lainnya.
Para peserta, kata Bambang, juga banyak mengajukan usulan dan inovasi yang beragam. Beberapa yang perlu mendapat perhatian di antaranya adalah kebijakan satu data; reformasi birokrasi yang menyeluruh; perluasan kesempatan kerja yang inklusif; inovasi yang menghubungkan sektor keuangan masyarakat; akses keuangan bagi nelayan; pendidikan keuangan; dukungan terhadap wirausahawan; perluasan akses keuangan; dukungan atas wirausaha sosial; pembangunan Indonesia bagian timur; reformasi agraria untuk sektor-sektor produktif; mengurangi hambatan dalam perdagangan komoditas pangan; pemberdayaan petani muda; dan perbaikan instrumen perpajakan.
Baca Juga: Simak! Faktor Penyebab Ketimpangan RI dan Langkah Memberantasnya
Selanjutnya, sebagai tindak lanjut dari IDF 2017, tambah Bambang, akan disusun policy paper, mengenai strategi untuk menurunkan ketimpangan di Indonesia. Policy paper tersebut nantinya akan dibawa dalam rapat terbatas dengan mengajak pemerintah daerah untuk memberikan komitmen bersama.
"Komitmen tersebut selanjutnya diselaraskan dalam siklus perencanaan dan penganggaran pembangunan. Hal tersebut menunjukkan IDF merupakan salah satu platform komunikasi yang akan dilakukan setiap tahunnya dalam memperkuat sistem perencanaan pembangunan,” pungkas Bambang.
(Dani Jumadil Akhir)