Fokus Pemerataan Ekonomi, Jokowi: Ini Janji Kemerdekaan yang Harus Diwujudkan

Koran SINDO, Jurnalis
Jum'at 18 Agustus 2017 12:31 WIB
Ilustrasi: (Foto: Antara)
Share :

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan pemerataan ekonomi menjadi fokus kerja pemerintah di tahun ketiga Kabinet Kerja.

Laju pertumbuhan ekonomi yang ratarata 5% per tahun selama periode 2014-2016 harus dirasakan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir orang. Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah telah berupaya memerangi kemiskinan, menekan ketimpangan, dan mengurangi pengangguran.

Hasilnya, tingkat kemiskinan turun dari 28,59 juta orang pada Maret tahun 2015 menjadi 27,77 juta orang pada Maret 2017. Begitu juga Indeks Rasio Gini yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi membaik dan mencapai 0,393 pada Maret 2017, turun dibandingkan dengan angka pada September 2014 yang sebesar 0,414.

“Pada tahun ketiga Kabinet Kerja, pemerintah bergerak lebih maju lagi, fokus pada kebijakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan,” ujar Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan dalam rangka peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-72 RI di depan sidang bersama DPD dan DPR di Gedung MPR/ DPR, Jakarta, Rabu 16 Agustus 2017.

Baca Juga: PIDATO PRESIDEN: Jokowi Beberkan Hasil Paket Kebijakan Ekonomi: Investment Grade!

Presiden menginginkan rakyat mulai dari Aceh, Papua, Pulau Miangas hingga Pulau Rote bisa menikmati hasil-hasil pembangunan secara merata. Begitu pula para petani, nelayan, buruh, pedagang pasar, tokoh agama, dan profesi lainnya bisa bergerak, maju, dan sejahtera bersama.

“Kita tidak ingin kesejahteraan hanya dinikmati oleh seseorang atau sekelompok orang. Inilah janji kemerdekaan yang harus segera kita wujudkan,” ucapnya.

Presiden juga menekankan pentingnya sinergi antar lembaga negara karena tidak ada kekuasaan yang absolut. Dia mengingatkan bahwa sinergi dapat memperkuat semuanya dalam mengemban tugas kepada rakyat.

“Di depan sidang yang terhormat ini, saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh lembaga negara atas kekompakan, sinergi, dan kerja sama yang baik selama ini,” katanya.

Baca Juga: Alokasi Transfer Daerah dan Dana Desa Rp761,1 Triliun, Begini Rencana Penggunaannya!

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengapresiasi berbagai pencapaian pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi. Presiden telah menunjukkan kerja dengan melakukan pembangunan infrastruktur di manamana, dari Aceh hingga Papua, dari Miangas hingga Pulau Rote.

“Sebuah prestasi yang membanggakan kita dengan interkonektivitas menjadi makin mudah dan mudah,” katanya.

Namun, dalam kesempatan itu Zulkifli juga menyampaikan keluhan masyarakat tentang kesempatan kerja, turunnya daya beli, dan kebebasan berekspresi.

Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Fadli Zon menilai pidato Jokowi bagus, tapi normatif. Khusus menyangkut masalah ekonomi, angka yang disampaikan Presiden belum sesuai dengan realitas di lapangan karena masih banyak masyarakat susah dan ketimpangan masih terjadi.

 

RAPBN 2018 Cenderung Konservatif

Di bagian lain, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang diajukan pemerintah kepada DPR dinilai realistis, bahkan cenderung konservatif. Presiden Jokowi mengatakan, RAPBN 2018 disusun secara realistis dengan memperhitungkan dinamika perekonomian domestik dan global.

Kendati demikian anggaran negara tetap akan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. “RAPBN 2018 disusun sejalan dengan strategi kebijakan fiskal yang diarahkan untuk memperkuat stimulus fiskal, memperkuat daya tahan fiskal, serta menjaga kesinambungan fiskal dengan fokus pada keadilan sosial,” kata Jokowi.

Asumsi makro dalam RAPBN 2018 antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 3,5%, kurs rupiah per dolar Amerika Serikat (AS) Rp13.500, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5,3%, harga minyak USD48 per barel, lifting minyak 800.000 barel per hari dan lifting gas 1,2 juta barel per hari.

Dari sisi postur, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target penerimaan perpajakan dan belanja negara disusun secara realistis supaya APBN 2018 lebih kredibel. Dengan begitu, APBN memberikan kepastian bagi dunia usaha. Penerimaan perpajakan pada tahun depan ditargetkan Rp1.609,4 triliun atau tumbuh 9,3% dari outlook APBN Perubahan (APBN-P) 2017 yang menjadi basis perhitungan.

Sementara belanja negara ditetapkan Rp2.204,4 triliun atau naik 5% dari outlook APBN-P 2017. Dengan demikian pemerintah menetapkan defisit anggaran sebesar 2,19% terhadap produk domestik bruto (PDB) sehingga membutuhkan pembiayaan sebesar Rp352,9 triliun. Defisit tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan defisit anggaran dalam outlook APBN-P 2017 yang sebesar 2,67% terhadap PDB atau setara Rp362,8 triliun pembiayaan.

“Meskipun defisitnya turun, pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi lebih tinggi tahun depan. Jadi kita tidak lagi mengandalkan APBN,” kata Menkeu.

Menkeu pun menilai, defisit yang lebih rendah tidak berarti bahwa APBN tidak lagi ekspansif. Menurutnya APBN justru berkurang bebannya untuk mendorong ekonomi sehingga APBN jauh lebih sehat dan berkelanjutan.

APBN disebutnya tetap ekspansif karena postur anggaran masih didesain defisit. Pada tahundepan, kataMenkeu, pertumbuhan ekonomi akan ditopang investasi (6,3%), terutama investasi swasta dan kinerja ekspor (5,1%). Meskipun begitu, konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap tumbuh stabil sebesar 5,1%.

Pengamat ekonomi Chatib Basri menilai, postur rancangan APBN 2018 lebih realistis dan cenderung konservatif. Alasan tersebut terlihat dari pertumbuhan penerimaan dan belanja negara yang tidak terlalu agresif. Dengan begitu defisit pun bisa ditekan lebih rendah daripada tahun ini.

“RAPBN 2018 mencerminkan konsolidasi fiskal setelah tahun 2015 dan 2016 yang targetnya sangat agresif. RAPBN 2018 mencerminkan anggaran yang kredibel,” kata Chatib.

Mantan menkeu itu menilai, target penerimaan perpajakan yang dinilai sebagian kalangan terlalu tinggi juga masih aman. Dia pun menyebut potensi kekurangan penerimaan perpajakan tahun depan tidak akan terlalu besar sehingga defisit menjadi lebih aman.

“Kalau toh meleset juga, dengan defisit yang 2,19%, tidak perlu khawatir. Mungkin meleset 2,4-2,5% yang tentunya bagus,” ucapnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya