JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) hingga saat ini masih terus membahas aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditi beras untuk medium dan beras premium. Pembahasan ini sendiri masih berlangsung dengan perbedaan pandangan antara petani hingga pasar retail
"Masih dalam proses. Enggak alot tapi masing-masing berbeda," kata Menteri Perdagangan Engartiasto Lukita di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Saat ini, lanjutnya, pemerintah masih terus menyatukan berbagai pendapat dari pihak terkait. Beberapa di antaranya adalah petani, pasar retail, dan Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).
Pada pasar modern, pemerintah bersama pelaku pasar akan kembali menghitung margin dan biaya angkut. Hitungan pun akan dilakukan per 5 kilogram (kg).
"Sama seperti gula. Tinggal satukan dan hitung-hitungan," ungkapnya.
Pertemuan pun akan dilakukan secara lebih lanjut. Diharapkan, aturan ini nantinya tidak akan merugikan pihak petani ataupun masyarakat umum.
"Minta berembuk dan akan ketemu lagi. Kita mesti sepakati kan ada rasionalnya dan kewenangan ada pada pemerintah. Pasti ada yang suka dan tidak suka. Tapi kepentingan konsumen, rakyat secara umum, menjadi prioritas," ungkapnya.
Mendag berharap agar daya beli masyarakat tidak terpengaruh dengan adanya aturan HET beras ini. Petani hingga pedagang juga akan diperhatikan secara lebih detail sebelum aturan HET beras ditetapkan.
"Pedagang harus sama maksudnya yang besar jangan bunuh yang kecil," ungkapnya.
HET beras ini nantinya juga diharapkan tidak berdampak pada inflasi. Untuk itu, pemerintah akan berhati-hati dalam menantukan harga eceran beras ini.
"Saya menjaga supaya inflasi tidak naik terlalu tinggi. Harga rata-rata kan pertimbangan Rp13.000 lebih," ungkapnya.
(Fakhri Rezy)