JAKARTA - Pemerintah berencana menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun depan sebesar 8,71%. Adapun payung hukum penetapan UMP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, Pasal 44 ayat 1 dan ayat 2.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, kenaikan UMP dapat berpotensi membebani sektor industri yang bersifat padat karya. Pasalnya, kenaikan upah ini secara otomatis akan menambah beban operasional perusahaan.
"Kondisi di lapangan tidak kondusif, terutama di sektor padat karya. Itu (kenaikan UMP) berat banget bagi sektor padat karya, sebenarnya mereka enggak sanggup," ujarnya saat dihubungi Okezone.
Baca Juga: Tunggu Saja, UMP 2018 Diumumkan Hari Ini
Kendati terbebani, Haryadi melanjutkan pengusaha tidak memiliki pilihan lain. Bahkan, dengan formulasi ini pun masih ada perhitungan yang berbeda dari sisi pengusaha dan pekerja.
Namun, Haryadi menegaskan pihak pengusaha akan tetap menaati peraturan yang telah ditetapkan pada PP 78 Tahun 2015. "Kita kan enggak ada pilihan lain, harus ikut dan enggak bisa menawar. Naik 8,7% saja, buruh minta Rp3,9 juta," lanjut dia.
Sekadar informasi, formulasi kenaikan UMP sebesar 8,17% adalah berdasarkan hasil penambahan UMP 2017 dikalikan tingkat inflasi nasional 3,72% dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok sebesar 4,99%.
Baca Juga: Buruh Minta Rp3,92 Juta vs Pengusaha Rp3,65 Juta, Berapa Angka Final UMP DKI Jakarta?
Dengan perhitungan itu, Anggota Dewan Pengupahan DKI dari unsur pengusaha, Sarman Simanjorang mengatakan angka yang diperoleh dari unsur pengusaha sesuai dengan PP 78 tahun 2015, atau dihitung dari UMP berjalan saat ini, Rp3.355.750 dikali 8,71% angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Artinya, pengusaha mengusulkan angka Rp3.648.035.
Sedangkan usulan dari serikat pekerja Rp3.917.398 atau lebih besar Rp269.000 dari usulan pengusaha dan pemerintah.
(Martin Bagya Kertiyasa)