Mereka telah menjadi manusia-manusia hebat yang betul-betul mampu membawa Indonesia mencapai masa kejayaan. Manusia-manusia hebat semacam: Zuckerberg, Jobs, atau Musk. Jadi, kemampuan kita SEKARANG mempersiapkan manusia-manusia hebat selama 15 tahun ke depan akan menentukan keberhasilan kita dalam memanfaatkan celah kesempatan (window of opportunity ) dari bonus demografi.
Kalau tahun-tahun puncak bonus demografi kita isi dengan manusia-manusia bodoh, lemah, pengeluh, pembebek, benalu, dan kecanduan narkoba, sudah pasti kita menyia-siakan kesempatan yang hadir sekali dalam sejarah setiap bangsa ini. Pertanyaannya lagi, apakah kita sudah mempersiapkan mereka? Belum! Hingga detik ini tak ada sedikit pun urgensi nasional untuk mempersiapkan manusia-manusia hebat guna menghadapi tantangan ”tahuntahun emas” bonus demografi.
Skills of the 21 Century
Misalnya dalam skill dan kompetensi. Tony Wagner (2008) mengidentifikasi ada tujuh skills yang menjadi penentu kesuksesan anak pada abad 21. Tujuh skills tersebut adalah: 1. Criticalthinking& problemsolving 2. Collaboration across networks & leading by influence 3. Agility & adaptability 4. Initiative& entrepreneurialism 5. Effective oral & written communication 6. Accessing& analyzinginformation 7. Curiosity & imagination Pertanyaannya, apakah tujuh skills itu sudah diajarkan di sekolah-sekolah kita? Barangkali beberapa sekolah khusus sudah mengajarkannya.
Namun, 99,9% lebih sekolah-sekolah kita tidak mengenalnya. Umumnya sekolah-sekolah kita sibuk mengajarkan anak didik untuk menghafal dan menyelesaikan soal-soal ujian. Dengan sistem pendidikan berbasis industrial, sekolah-sekolah kita justru secara sistematis membonsai kekritisan berpikir, kreativitas, dan daya cipta. Akhirnya sistem ini menciptakan sosok-sosok pembebek yang defisit daya imajinasi, daya kreasi, dan passion untuk mengubah dunia. Sebut saja mereka: Generasi Penghafal.