JAKARTA - Pemerintah sudah resmi membentuk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dengan anak usaha PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk
Direktur Utama (Dirut) holding BUMN tambang Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa tujuan holding untuk memperkuat modal usaha dan tidak memiliki maksud menjual BUMN. Dia juga mengklaim bahwa DPR tetap bisa melakukan pengawasan seperti biasanya.
"Holdng ini untuk memperkuat perusahaan, tidak ada maksud menjual, bahkan holding ini untuk membeli," jelas Budi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/12/2017).
Baca Juga: Kinerja BUMN Masih Turun, Apa Pembentukan Holding Terlalu Dipaksakan?
Namun, kebijakan holdingisasi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno melalui Peraturan Pemerintah (PP) 72 Tahun 2016 masih menimbulkan pro dan kontra, pasalnya kebijakan ini disinyalir sangat rentan dengan penyimpangan karena telah menghindari atau menghilangkan fungsi pengawasan dari lembaga legislatif.
Anggota Komisi VI DPR Adang Daradjatun menjelaskan, dengan holding ini beberapa perusahaan BUMN yang selama ini mendapat pengawasan langsung dari DPR, dimasukkan menjadi anak perusahaan hoding, padahal tegas Adang, dalam UU BUMN dinyatakan bahwa anak perusahaan bukan lagi merupakan perusahaan BUMN, dengan demikian beberapa perusahaan yang dimasukkan kedalam holding menjadi terhidar dari pengawasan DPR.
"Dampak dari hodingisasi, anak perusahaan BUMN, yang awalnya adalah BUMN yang dijadikan anak perusahaan BUMN holding, tidak memiliki kewajiban pertanggungjawaban kepada negara (DPR)," kata Adang.