JAKARTA - Proyek pengembangan Blok Abadi, Masela akhirnya diputuskan dibangun di darat (onshore) yakni di Maluku Tenggara Barat. Meski demikian ternyata lokasi onshore Blok Masela masih terkendala.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, saat ini Inpex tengah melakukan kajian prapendefisian proyek ayau pre front end engineering design (pre-FEED). Diharapkan pertengahan tahun ini pre-FEED selesai dan kemudian hasil pre-FEED akan diselesaikan untuk menjadi Plan of Development (PD).
Baca juga: Ke Jepang, Menteri Jonan Bahas Perkembangan Blok Masela
"Tentu diharapkan akhir tahun ini POD Masela selesai," ujarnya di Wisma Mulia, Jakarta, Jumat (5/162017).
Meski demikian, Amien mengatakan, SKK Migas melihat waktu sampai produksi Blok Masela menjadi mundur. Selain itu, potensi kesulitan semakin bertambah karena lokasi onshore yang sudah ditetapkan di Maluku Tenggara Barat.
"Di lokasikan itu ada perkebunan tebu oleh sebuah perusahaan dari Jakarta. Kami sedang pelajari perusahaan ini, walaupun dari Pak Bupati sudah menyatakan, walaupun ini dialokasikan untuk perkebunan tebu, tapi kalau diperlukan oleh Inpex untuk Masela maka akan dilepas," ujarnya.
Baca juga: Disebut Surga yang Terlupakan, Bupati Maluku Barat Daya: Blok Masela Milik Kami!
Sebenarnya dalam menetapkan lokasi onshore Blok Masela ada tiga tempat yang dijajaki. Kemudian, dari Inpex usul dua lokasi, yakni Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat daya. Dari kedua lokasi tersebut diputuskan satu lokasi.
"Jadi awal tahun sampai pertengahan, Bupati Maluku Tenggara Barat dan Bupati Maluku Barat Daya masih mengatakan harus di tempat saya. Nah kemudian tim SKK itu berkunjung ke Maluku Barat Daya bertemu Pak Bupati, terus diskusi dan dari sana bisa terima kalau lokasinya ada di Maluku Tenggara Barat," ujarnya.
Baca juga: Wih, Wamen ESDM Sediakan Karpet Merah untuk Perusahaan Dalam Negeri Menyerap Gas Masela
Meski ada satu tahap pengembangan Blok Masela yang baik. Lokasi di Maluku Tenggara Barat yang ternyata ada perkebunan tebu baru menjadi tambahan kesulitan.
"Ini kan produk Jakarta selalu seperti itu jadi kalau bisa semakin cepat akan minimal. Tapi karena mundur, orang Jakarta menimbulkan kesulitan baru. Mungkin bukan kesulitan ada kerja baru," ujarnya.
(Fakhri Rezy)