JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sejak kemarin 17 Januari. Hari ini, BI akan mengumumkan hasil dari RDG pertama di tahun 2018 tersebut, salah satunya adalah mengenai suku bunga acuan atau 7 Days Reverse Repo Rate (7-Days Repo Rate).
Sebelumnya, pada RDG akhir tahun kemarin BI pada 13-14 Desember 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Days Repo Rate tetap sebesar 4,25%.
Seperti pada kebijakan sebelumnya yang menahan di 4,25%, hari ini Bank Sentral diprediksi beberapa analis akan tetap menahan suku bunga acuannya. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor mulai dari tingkat inflasi hingga proyeksi kenaikan suku bunga yang akan dilakukan bank sentral AS, The Fed sepanjang 2018.
Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga Jadi Stimulus Pertumbuhan Ekonomi
"BI diprediksi akan tetap mempertahankan 7 Days Repo Rate di 4,25%. Faktor yang jadi pertimbangan adalah inflasi bulan Januari diperkirakan relatif tinggi dikisaran 0,6% secara bulanan. Kenaikan harga pangan khususnya beras membuat proyeksi inflasi tahun 2018 bisa di atas target pemerintah 3,5%," ungkap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada Okezone.
Faktor lainnya, kata dia, penurunan suku bunga kredit perbankan yang cenderung lambat meskipun BI dalam kebijakan sebelumnya telah beberapa kali memangkas bunga acuannya hingga 200 basis poin (bps). Selain itu, tekanan eksternal masih cukup besar dari suku bunga The Fed yang diproyeksi naik hingga 4 kali di 2018, instabilitas geopolitik di timur tengah dan tren harga minyak yang bisa menembus USD80 per barel berpengaruh pada keputusan BI mempertahankan suku bunga acuannya.
Baca Juga: Tiga Bulan Berturut-turut, BI Tahan Suku Bunga Acuan di 4,25%
Senada dengan Bhima, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Pieter Abdullah Redjalam juga memproyeksikan BI 7 Days Repo Rate tetap di 4,25%.
Bila menengok The Fed yang telah menaikkan suku bunganya 25 bps pada Desember lalu, maka kemungkinan kenaikan akan berada pada kisaran Maret atau April 2018. Sehingga tak mungkin menurutnya BI menaikkan suku bunga pada awal tahun ini, pasalnya pada saat The Fed menaikkan suku bunganya akan sulit untuk BI mengimbangi.
"Kalau dinaikkan pada bulan ini, berarti BI akan terlalu mendahului, nanti repot merespons pas di bulan Maret-April. Jadi baik bagi BI menjaga suku bunga tetap di posisi sekarang," ujar Pieter kepada Okezone.
Ekonom Indef Eko Listiyanto juga menilai BI akan menahan suku bunga acuannya. Kendati demikian, dia melihat masih ada ruang untuk Bank Sentral ini menurunkan suku bunganya.
Hal ini didasari nilai tukar Rupiah yang menguat di kisaran Rp13.300 per USD, cadangan devisa yang mencapai USD130 miliar, serta inflasi sepanjang 2017 yang terjaga di 3,61%.
"Kalau lihat perkembangan berbagai indikator makro ada ruang penurunan, katakanlah 25 bps, saya rasa ada peluang," kata dia kepada Okezone.
Baca Juga: Apa Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan di 4,25%?
Namun, menurutnya dengan melihat risiko global maka akan menjadi pertimbangan bagi BI untuk cenderung membuat suku bunganya dipertahankan. Risiko global yakni gejolak harga komoditas minyak yang masih dalam tekanan tinggi, serta politik AS yang saat ini juga tengah memanas akibat beberapa kebijakan yang dikeluarkan Trump.
"Peluangnya 60% di tahan. Risiko global masih keliatan, harga minyak akan mempunyai implikasi nilai tukar. Juga melihat komposisi dana investasi in flow sebagian besar jangka pendek serta harga stabilitas nilai tukar yang terjaga, suku bunga akan di tahan," jelasnya.
Untuk diketahui, sejak awal 2016 hingga saat ini Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan 7-day Reverse Repo Rate secara bertahap hingga 200 bps. Sepanjang 2017, BI telah menahan suku bunga acuannya di level 4,25% selama tiga kali berturut-turut sejak Oktober hingga Desember.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)