3 Perusahaan Petrokimia Tambah Investasi USD10,6 Miliar

Koran SINDO, Jurnalis
Selasa 20 Februari 2018 11:34 WIB
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Tiga perusahaan yang bergerak di sektor industri petrokimia siap melakukan investasi senilai total USD10,6 miliar.

Ketiga perusahaan tersebut yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk., Lotte Chemical Titan, dan Siam Cement Group (SCG).

“Mereka akan memproduksi kebutuhan bahan baku kimia berbasis naphta cracker di dalam negeri, sehingga nanti kita tidak perlu impor lagi,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta kemarin.

Menurut Airlangga, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk selaku industri nasional akan menggelontorkan dana USD6 miliar hingga 2021 dalam rangka peningkatan kapasitas produksi. Sementara itu, perusahaan asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan, akan merealisasikan investasinya sebesar USD3-4 miliar untuk memproduksi naphta cracker dengan total kapasitas 2 juta ton per tahun.

Selanjutnya perusahaan asal Thailand, Siam Cement Group (SCG), akan membangun fasilitas produksi naphta cracker senilai USD600 juta di Cilegon, Banten.

“Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, Indonesia akan mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis naphta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun,” ujar Airlangga.

Bahkan, lanjutnya, Indonesia bisa memosisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di ASEAN setelah Thailand, Singapura, dan Malaysia. Di samping itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bebe rapa perusahaan farmasi dan bahan baku obat telah menggelontorkan dananya untuk investasi di Indonesia.

Beberapa di antaranya PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia senilai Rp132,5 miliar dan PT Ethica Industri Farmasi sebesar Rp1 triliun. Sementara di sektor kosmetika, PT Unilever Indonesia melakukan perluasan pabrik senilai Rp748,5 miliar.

Kemenperin menargetkan nilai investasi di sektor Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) akan mencapai Rp117 triliun pada 2018, naik dari realisasi 2017 yang diperkirakan menembus Rp94 triliun. Penanaman modal dari sektor IKTA tahun ini diproyeksikan bakal menyumbang sebesar 33% terhadap target investasi secara keseluruhan pada kelompok manufaktur nasional senilai Rp352 triliun.

“Kami sudah memfasilitasi pemberian insentif fiskal seperti tax allowance dan tax holiday supaya bisa menarik investasi dari para pelaku industri yang ingin mengembangkan pabrik bahan baku di Indonesia,” kata Airlangga.

Selain itu, diperlukan juga dukungan ketersediaan bahan baku, harga energi yang kompetitif, sumber daya manusia (SDM) kompeten, penggunaan teknologi terkini, dan kemudahan akses pasar. Airlangga menuturkan, terkait dengan harga gas masih ada sekitar 70 industri yang menunggu penurunan harga gas.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Luar Negeri Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto berharap pemerintah konsisten dalam menerapkan paket kebijakan ekonomi, terutama di sektor tekstil. Menurutnya, beberapa implementasi dari paket kebijakan ekonomi masih belum terasa.

“Sebagai contoh soal insentif jika ada perluasan di industri kami,” ujarnya Selain itu, harga gas yang lebih kompetitif juga menjadi penting mengingat industri tekstil banyak memakai gas di sektor hulu.

“Harga gas kita harus kompetitif karena itu menjadi prioritas untuk hulu. Kualitas layanan dari PLN juga diharapkan lebih baik lagi karena cost kami besar di sana. Jangan ada pengaturan tarif beban puncak karena kami padat karya yang memerlukan energi yang stabil,” jelas Anne.

Anne menambahkan, industri tekstil nasional harus mempunyai free trade agreement yang bisa sejajar dengan Vietnam sebagai kompetitor utama. Pasalnya, market share dari Vietnam sudah meningkat menjadi 6,7% secara global, dibandingkan beberapa tahun belakangan yang hanya di kisaran 1,8%.

“Untuk itu, sekarang kami berusaha mengejar free trade agreement agar bisa sejajar dengan Vietnam,” ungkapnya.

Terkait harga gas, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah dan pelaku industri sudah sepaham menginginkan harga gas yang affordable. Namun, dia juga ingin para pengusaha memahami bahwa tidak semua lapangan gas dari sisi hulu bisa menjual dengan harga yang sama.

“Kami mendengarkan aspirasi dari para pengusaha yang tergabung dalam asosiasi. Beberapa permintaan dari mereka sudah kami lakukan. Namun, yang sisanya seperti keramik, sarung tangan, dan lainnya, ini masih dalam pembahasan,” ujarnya.

Menurut dia, tidak ada niat dari Kementerian ESDM untuk menaikkan harga gas sehingga industri tidak bisa kompetitif dibandingkan negara lain.

“Selain itu, masing-masing industri sebelumnya juga sudah terkait kontrak dan itu masih berlangsung,” tuturnya.

Arcandra menuturkan, pemerintah kemungkinan hanya bisa menurunkan harga gas antara USD0,3 hingga USD0,7 per mmbtu. Penurunan harga gas sebesar itu sudah memangkas PNBP sebesar USD4,3 juta per tahun.

“Di Kementerian Koordinator Perekonomian sudah dibahas dan semoga dalam waktu dekat sudah dapat dilakukan insentif dari sisi penurunan PNBP ini,” katanya. (Oktiani Endarwati)

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya