Dia juga menjelaskan pembatasan transportasi darat melalui PM 108 diperlukan untuk kepentingan keamanan, ketertiban umum, perlindungan keselamatan pengguna jasa transportasi darat, serta memberikan perlindungan kepada para pengusaha transportasi dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna menilai penerapan Permen hub 108/2017 akan menjaga prinsip keekonomian sehingga tidak saling mematikan (kanibalisme) antara taksi berbasis aplikasi (taksi online) dan taksi reguler atau biasa disebut taksi meter yang sudah terlebih dahulu investasi dan eksisting di Indonesia.
Terlebih jika kelak sudah ekspansi kebanyak daerah di Indonesia. Pasalnya, seperti di Jakarta dan sekitarnya yang notabene masyarakat pekerjanya memiliki kebutuhan lebih akan transportasi, konsumen taksi pada dasarnya terbatas.
Karena itu, pengaturan kuota seperti tertuang dalam Permenhub 108/ 2017 akan positif untuk menjaga antara penawaran (supply) dan permintaan (demand). “Aplikator (penyelenggara taksi online berbasis aplikasi) kalau tanpa kuota mau berapa ya? Itu harus dilihat,” terusnya.
Yayat pun mengajak semua pihak harus melihat esensi dari Permenhub 108/2017 adalah sejalan dengan semangat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU 22/2009). Jadi, Permenhub itu aturan-aturan yang di adopsi jelas-jelas mengarahkan tata kelola angkutan umum baik yang trayek maupun nontrayek ke arah badan hukum. Kalau mau protes Permenhub maka sebaiknya kritiklah undang-undangnya,” tegasnya.
Sementara itu, kebijakan kuota taksi online memicu gejolak. Kemarin ribuan pengendara taksi onlinedi Sulut dalam wadah Asosiasi Online Sulut merangsek ke kantor dewan Provinsi Sulut dan kantor Gubernur Sulut untuk menolak kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Sulut tersebut.
Ketua Wadah Asosiasi Online Sulut Christian Yokung menegaskan pihaknya menolak pem batasan kuota karena sangat berpengaruh langsung terhadap nasib para driver yang selama ini telah berperan aktif mendukung program pemerintah OD-SK dalam mengentaskan kemiskinan di kabupaten dan kota di Sulut.
“Jumlah kami lebih dari 10.000 driver online. Jika dibatasi kuota hanya 997, jelas kami menolak karena itu merugikan para pengendara yang lain,” tegasnya. Mereka menuding Dishub Sulut mengambil kebijakan secara sepihak, dan sama sekali tidak melibatkan kalangan pengemudi taksi online. Asosiasi Online sendiri meminta kuota taksi online di Sulut di atas 4.000 agar bisa meng-cover para pengendara lainnya.
“Kami juga banyak mengalami intimidasi. Keamanan dan kenyamanan tak terjamin, padahal kami legal. Driver ini juga banyak yang perempuan jadi tolong jaga keselamatan kami,” pintanya.
Danuri Setiawan, salah satu pengemudi taksi online, mengingatkan bahwa pembatasan kuota bukan hanya mengorbankan para sopir taksi online. Para penumpang pun akan dirugikan karena tidak bisa cepat mendapatkan taksi online. “Selain itu, akan ada peningkatan har ga kepada masyarakat akibat dari suplai taksi online yang ber kurang,” jelasnya.