"Industri hasil tembakau dibanding telekomunikasi dan jasa konstruksi, ternyata porsi ke PDB telekomunikasi besar, kontraktor besar. Tapi kontribusi ke penerimaan negara kecil. Industri rokok itu kan sizenya Rp250 triliun-Rp300 triliun ke PDB, tapi 70% ke negara kontribusinya," jelasnya.
Oleh karenanya lanjut Yustinus, sudah sepantasnya pemerintah memberikan insentif lebih kepada industri tembakau dengan tidak melakukan kebijakan-kebijakan yang memberatkan industri tersebut. Menurutnya, selama ini industri tembakau seperti layaknya anak garam yang justru dijadikan tulang punggung keluarga.
"Jadi seperti pak Budidoyo katakan, ini (industri tembakau) seperti anak tiri bahkan kalau menurut saya seperti anak haram tapi jadi tulang punggung keluarga," jelasnya.
(Rani Hardjanti)