JAKARTA - Kenaikkan tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi Pertalite sebesar Rp200 menjadi Rp7.800 per liter diperkirakan akan turut mengerek harga komoditas. PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan tarif Pertalite dengan pertimbangan kenaikan harga minyak dunia.
Ekonom INDEF Enny Sri Hartanti mengatakan, dengan kenaikan tarif Pertalite tersebut, membuat Pertamina mengurangi kuota produksi Premium. Sejalan dengan itu nantinya masyarakat diminta untuk beralih ke Pertalite
"Kalau masyarakat harus mengkonsumsi BBM non-subsidi persoalan bukan naik Rp200 itu yang dilihat tapi efek dominonya yang besar," katanya kepada Okezone.
Baca Juga: BBM Premium Langka di Tengah Kenaikan Harga Pertalite Dinilai Wajar
Dia mengungkapkan, jika harga BBM naik, sudah pasti harga angkutan umum hingga distribusi barang juga mengalami kenaikkan.
"Ini juga mempengaruhi ke semua komoditas karena dominasi ketergantungan kita terhadap BBM yang tinggi termasuk juga efeknya ke Tarif Dasar Listrik (TDL) karena PLN sampai hari ini bahan baku juga energi primer," ungkapnya lagi.
Akan tetapi, Enny tidak menyalahkan pihak Pertamina atas kenaikan tersebut. Sebab, keputusan tersebut menjadi hak Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.
Baca Juga: Harga Pertalite Naik Rp200, Pertamina Sebut Akibat Harga Minyak dan Pelemahan Rupiah
Dia hanya meminta, agar pemerintah dapat mendorong kebijakan yang membuat perusahaan minyak negara itu makin efisien. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan berinvestasi untuk membangun kilang-kilang minyak sehingga Pertamina dapat mengolah minyak mentah secara mandiri.
"Kenaikan pertalite dan premium itu enggak bisa disalahkan Pertamina, karena Pertamina hanya operator. Kalau pemerintah enggak mau naik ya pemerintah harus subsidi ke Pertamina kalau enggak Pertamina bangkrut kita yang rugi," tandas dia.
(ulf)
(Rani Hardjanti)