JAKARTA - Paruh pertama tahun 2018, Perhutani mencatatkan perolehan laba sebesar Rp469 miliar atau tumbuh 63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan laba ini juga sejalan dengan perolehan pendapatan perusahaan yang tumbuh 26% atau sebesar Rp1,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebelumnya Perhutani mencatatkan perolehan laba pada tahun 2017 sebesar Rp406 miliar atau terus tumbuh dibangingkan dengan 2016 yang mencatat kerugian sebesar Rp357 miliar.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna mengatakan, perusahaan secara konsisten mulai mencatatkan perbaikan kinerja yang didukung oleh upaya restrukturisasi perusahaan yang mulai diterapkan pada kuartal akhir 2016.
”Restrukturisasi kami lakukan dengan menerapkan program Cost Reduction Program (CRP) secara konsisten yang berfokus pada biaya overhead, dan sistem Problem Identification Correctives Action (PICA) sebagai alat bantu manajemen yang diaplikasikan pada seluruh tingkat organisasi dari kantor pusat sampai tingkat Kesatuan Pangkuan Hutan (KPH). Dilanjutkan transformasi bisnis pada tahun 2017 dengan melakukan perubahan struktur organisasi menjadi lebih ramping dan menerapkan Business Process Reengineering (BPR),” ujarnya.
Dia menjelaskan, untuk meningkatkan Quality, Speed dan Cost (efisiensi biaya) secara terukur dan dilakukan perbaikan secara terus menerus. Hasil BPR tersebut termasuk terciptanya rebranding wisata “Canopy” pada 2 lokasi percontohan yaitu Kawah Putih di Ciwidey dan Banyunget di Trenggalek yang telah berhasil memberikan kontribusi dalam peningkatan laba di tahun 2017.