“Lalu, berapa yang kembali ke kantong inang-inang (ibu-ibu) Batak? Hanya Rp250.000 untuk kebutuhan hidup selama membuat 1 ulos, yaitu sekitar 1 bulan. Tak terbayang bagaimana mereka bertahan hidup,” lanjutnya.
Tekanan dari tauke (bos) juga yang membuat eksistensi ulos tua dengan kualitas tinggi tidak dipikirkan lagi. Karena para penenun diwajibkan untuk bekerja mengejar target, mempercepat hasil untuk memenuhi pesanan.
Melihat persoalan tersebut, kegiatan pembinaan oleh Yayasan Del tidak akan berhenti di sini. Karena misi utamanya adalah kesejahteraan ibu-ibu penenun di tanah Batak sana, selain itu juga menjaga kelestarian ulos.
“Apalagi dalam konteks pengembangan wisata di Danau Toba yang sedang dikerjakan oleh pemerintah, jangan sampai mereka malah terpinggirkan dan budayanya hilang,” tutur Luhut.
(Dani Jumadil Akhir)