Sri Mulyani, Menko Darmin hingga Ekonom Bicara soal Rupiah Rp15.000/USD

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 03 Oktober 2018 08:59 WIB
Ilustrasi: Foto Shutterstock
Share :

JAKARTA – Nilai tukar Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Mata uang Garuda kemarin bahkan menembus angka psikologis Rp15.000 per dolar AS di pasar spot.

Adapun kurs acuan Bank Indonesia (BI) berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Rate) pada perdagang an kemarin berada di level Rp14.988 per dolar AS.

Penurunan nilai mata uang rupiah juga memberikan sentimen negatif ke pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin turun cukup tajam, yakni 1,16% atau 68,98 poin ke level 5.875,61. Kondisi ini memberikan sinyal kuat kepada pembuat kebijakan agar mengoptimalkan ekpor dan mengendalikan impor untuk memperkuat cadangan devisa.

 Baca Juga: Dolar AS Tembus Rp15.000, Menko Darmin: Kita Cerna Dulu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama BI dan menteri koordinator bidang perekonomian terus melihat perkembangan rupiah. Menurut dia, perkembangan nilai tukar dipastikan bakal direspons oleh para pelaku ekonomi.

“Di satu sisi, kita akan melihat terus indikator-indikator yang menopang perekonomian kita. Umpamanya, kalau dari sisi perbankan, apakah sektor perbankan kita cukup kuat dan terus akan bisa menyesuaikan dengan nilai Rp15.000 ini,” ujar Sri Mulyani.

 

Dia menambahkan, di sisi perbankan pihaknya akan melihat beberapa faktor mulai rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR)- nya, rasio non performing loan (NPL), hingga bunga kredit.

Menurut dia, sejumlah faktor tersebut hingga Oktober ini dinilai mampu menyesuaikan dengan nilai tukar yang mencapai Rp15.000.

 Baca Juga: Rupiah Tembus Rp15.000/USD, Ini yang Bakal Dilakukan BI

Dari sisi makro, kata Sri, Kemenkeu melihat bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri hingga kuartal III/2018 diperkirakan cukup tinggi. Selain itu, laju inflasi juga turun bahkan mengalami deflasi. Dia memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan ditopang oleh sektor konsumsi, investasi, dan pada level tertentu akan mengandalkan ekspor dan belanja pemerintah yang tumbuh 8%.

“Dari sisi kestabilan secara umum, tentu BI akan terus mengelola nilai tukar ini sehingga bisa mengawal perekonomian, menyesuaikan dengan tingkat ekuilibrium baru,” ujar dia.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah akan terus menjaga nilai tukar dengan menggunakan instrumen yang ada.

 

Khusus dari Kemenkeu, ujar Sri Mulyani, akan menggunakan instrumen Ang garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), fiskal, serta menjaga pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan sta bilitas, juga melindungi kelompok masyarakat yang paling rawan.

“Saya melihat ini suatu tingkat yang harus kita lihat secara saksama, namun saya juga harus melihat penyesuaian terhadap level normalisasi dari kebijakan moneter Amerika yang berdampak terhadap rupiah, bisa berjalan cukup baik. Kita berharap penyesuaian ini bisa berjalan secara baik,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, belum mau buru-buru menanggapi pelemahan rupiah yang kemarin melewati level psikologis Rp15.000 per dolar AS. Dia mengakui belum mendapatkan informasi secara keseluruhan bagaimana rupiah bisa bergerak melemah seperti kemarin.

“Iya, itu memang secara itu menyentuh level psikologis. Tapi kan itu psikologis bukan realita,” ujar Darmin.

Ekonom PT Bank Permata Tbk Joshua Pardede mensinyalir, melemahnya nilai tukar rupiah hingga batas psikologis, baru kemarin sebagai dampak dari memanasnya perang dagang antara AS dan China.

Selain itu, kenaikan harga minyak dunia juga memberikan andil cukup besar karena akan mengancam defisit transaksi berjalan domestik. Meski demikian, Joshua mengatakan bahwa penguatan dolar AS terjadi secara luas (broadbased) di luar Indonesia seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun.

Kendati demikian, Joshua memandang pelemahan rupiah ini hanya bersifat semen- tara. Kebijakan pengendalian impor dan juga upaya menambah devisa dari sektor pariwisata akan turut memperkuat nilai tukar Rupiah dalam beberapa waktu ke depan.

Hal itu juga ditambah penerapan transaksi valuta asing (valas) berjangka domestik atau domestic non-deliverable forward (DNDF) oleh BI sejak pekan lalu. Transaksi DNDF adalah transaksi derivatif valuta asing (valas) terhadap rupiah yang standar berupa transaksi forward (berjangka) dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengungkapkan, penerbitan transaksi DNDF bertujuan untuk memberikan alternatif bagi pelaku ekonomi dalam melakukan lindung nilai di pasar valuta asing domestik, melengkapi instrumen lindung nilai yang sudah ada saat ini.

“Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan bagi eksportir, importir, serta investor dalam melaku kan kegiatan ekonomi dan investasi melalui kemudahan tran saksi lindung nilai terhadap risiko nilai tukar Rupiah,” paparnya.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan, faktor global dan domestik samasama mendominasi pergerakan rupiah pada pekan ini.

Kenaikan harga minyak mentah hingga USD85 per barel atau melonjak 28% (ytd) dise bab kan oleh berkurangnya pasokan pasca boikot minyak Iran yang diserukan Presiden AS Donald Trump. Menurutnya, bagi negarane garanet importir minyak seperti Indonesia, naiknya harga minyak dapat menye bab kan defisit migas yang semakin lebar.

Hal ini mendorong permintaan dolar yang secara alamiah akan terus me ningkat. “Wacana kenaikan har ga BBM pun menjadi momok inflasi hingga akhir 2018,” ujarnya.

Senada di sampaikan oleh ekonom UGM Toni Prasetyan tono. Menurutnya, pelemahan rupiah yang menembus Rp15.000 disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, pasar merasa suku bunga acuan BI belum cukup atraktif untuk menjadi insentif bagi investor untuk memegang rupiah.

“Jika dihitung dari level terendahnya (FFR 0,25%), The Fed sudah menaikkan suku bunga sampai 200 bps, sedangkan BI baru 150 bps (dari 4,25% ke 5,75%),” ujarnya. (Dita Angga/Kunthi Fahmar Sandy/Ant)

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya