Menanti Kenaikan UMP 2019 yang Ditetapkan 8,03%

Kurniasih Miftakhul Jannah, Jurnalis
Sabtu 20 Oktober 2018 13:34 WIB
UMP Naik (Ilustrasi: Shutterstock)
Share :

JAKARTA – 1 November menjadi tanggal yang ditunggu-tunggu buruh di seluruh Indonesia. Sebab, pada tanggal tersebut, Pemerintah Provinsi akan mengumumkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP No.78 Tahun 2015) menitahkan para Gubernur untuk mengumumkan secara serentak kenaikan UMP di masing-masing Provinsi.

Baca Juga: UMP Naik 8,03%, Menaker: Buruh Tak Perlu Demo dan Seharusnya Paham

"UMP tahun 2019 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2018," bunyi beleid tersebut.

Tahun ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meneken penetapan upah minimum tahun 2019. Kenaikan upah pun ditetapkan sebesar 8,03%.

Berdasarkan surat nomor 8.240/M-Naker/PHISSK-UPAH/X/2018, penetapan UMP dan UMK tahun 2019 menggunakan formula perhitungan upah minimum yakni, upah minimum yang ditetapkan sama dengan upah minimum tahun berjalan ditambah inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto yang dihitung dari pertumbuhan domestik bruto yang mencakup periode kuartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kuartal II tahun berjalan.

“Bersumber dari BPS, inflasi nasional sebesar 2,88% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,15%. Dengan demikian, kenaikan UMP dan atau UMK 2019 berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi yaitu 8,03%," bunyi surat tersebut.

Baca Juga: KSPI: UMP Cuma Naik 8,03%, Daya Beli Buruh Makin Turun

UMP 2019 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak pada tanggal 1 November 2018. Sedangkan untuk UMK 2019 ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2018.

Soal kenaikan UMP, Hanif menjelaskan, kenaikan UMP pada 2019 sebesar 8,03 % bukanlah keputusan Kemenaker. Melainkan sesuai data BPS yang menunjukkan inflasi 2,88% dan pertumbuhan ekonominya 5,15%.

"Sehingga kalau dikombinasikan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu sebesar 8,03%," kata Hanif di Istana Negara, 16 Oktober 2018.

Hanif menambahkan, data mengenai penetapan kenaikan UMP 8,03% sudah disampaikan kepada gubernur yang mempunyai kewajiban menetapkan UMP pada 1 November 2018. "Tentu saja kita minta semua gubernur bisa segera memproses penetapan UMP ini," jelasnya.

Menurutnya, pelaku usaha maupun serikat pekerja seharusnya sudah memahami akan kenaikan UMP sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Kalau pelaku usaha dan serikat pekerja mestinya sudah memahami konten PP 78 itu bahwa pertumbuhan upah sesuai pertumbuhan ekonomi dan inflasinya, sehingga lebih predictable. Karena tujuan PP 78 itu memastikan kenaikan upah terjadi tiap tahun," tegasnya.

Untuk itu, dirinya menyarankan agar semua pihak mendukung kenaikan UMP ini dan tidak perlu melakukan aksi demo. Sebab, kenaikan UMP dijamin setiap tahunnya.

"Alhamdulillah tahun depan naik 8,03%. Bagi dunia usaha mereka juga bisa memprediksi kenaikan upah pada tahun yang akan datang dengan melihat tren pertumbuhan ekonomi dan inflasi itu. Ya kalau demo boleh saja selama sesuai ketentuan aturan. Tapi ngapain demo? Enggak demo saja sudah naik," jelasnya.

Baca Juga: UMP Naik 8,03%, Sri Mulyani Soroti Produktivitas Dunia Usaha

Belum juga diumumkan secara resmi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak jika kenaikan UMP hanya 8,03%. Sebab, kenaikan tersebut dinilai minim dan memicu penurunan daya beli buru. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, buruh meminta kenaikan upah minimum antara 20% sampai 25%.

“Kenaikan 8,03% itu akan membuat daya beli kaum buruh makin menurun akibat kenaikan upah minimum yang rendah. Padahal secara bersamaan, di tengah melemahnya rupiah terhadap dolar dan meningkatnya harga minyak dunia, berpotensi mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan dan BBM jenis premium akan naik. Apalagi, sekarang pertamax sudah mengalami kenaikan,” kata dia.

Dia menilai, kenaikan upah yang hanya 8,03% tidak akan memberikan manfaat bagi kaum buruh dan rakyat kecil di tengah kenaikan harga-harga barang. KSPI juga menolak keras apabila ada rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis premium, karena akan lebih memukul daya beli buruh dan rakyat kecil akibat kebijakan upah murah.

“SPI mengusulkan kenaikan upah minimum adalah berkisar 20% hingga 25%, bukan 8,03%. Selain itu, upah minimum sektoral sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus tetap diberlakukan,” tukasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya