"Kalau pelaku usaha dan serikat pekerja mestinya sudah memahami konten PP 78 itu bahwa pertumbuhan upah sesuai pertumbuhan ekonomi dan inflasinya, sehingga lebih predictable. Karena tujuan PP 78 itu memastikan kenaikan upah terjadi tiap tahun," tegasnya.
Untuk itu, dirinya menyarankan agar semua pihak mendukung kenaikan UMP ini dan tidak perlu melakukan aksi demo. Sebab, kenaikan UMP dijamin setiap tahunnya.
"Alhamdulillah tahun depan naik 8,03%. Bagi dunia usaha mereka juga bisa memprediksi kenaikan upah pada tahun yang akan datang dengan melihat tren pertumbuhan ekonomi dan inflasi itu. Ya kalau demo boleh saja selama sesuai ketentuan aturan. Tapi ngapain demo? Enggak demo saja sudah naik," jelasnya.
Baca Juga: UMP Naik 8,03%, Sri Mulyani Soroti Produktivitas Dunia Usaha
Belum juga diumumkan secara resmi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak jika kenaikan UMP hanya 8,03%. Sebab, kenaikan tersebut dinilai minim dan memicu penurunan daya beli buru. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, buruh meminta kenaikan upah minimum antara 20% sampai 25%.
“Kenaikan 8,03% itu akan membuat daya beli kaum buruh makin menurun akibat kenaikan upah minimum yang rendah. Padahal secara bersamaan, di tengah melemahnya rupiah terhadap dolar dan meningkatnya harga minyak dunia, berpotensi mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan dan BBM jenis premium akan naik. Apalagi, sekarang pertamax sudah mengalami kenaikan,” kata dia.
Dia menilai, kenaikan upah yang hanya 8,03% tidak akan memberikan manfaat bagi kaum buruh dan rakyat kecil di tengah kenaikan harga-harga barang. KSPI juga menolak keras apabila ada rencana pemerintah menaikkan harga BBM jenis premium, karena akan lebih memukul daya beli buruh dan rakyat kecil akibat kebijakan upah murah.
“SPI mengusulkan kenaikan upah minimum adalah berkisar 20% hingga 25%, bukan 8,03%. Selain itu, upah minimum sektoral sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 harus tetap diberlakukan,” tukasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)