Produksi Melimpah, Harga CPO Terpuruk

Koran SINDO, Jurnalis
Kamis 08 November 2018 11:40 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Share :

JAKARTA – Daya beli minyak sawit oleh negara pengimpor masih menunjukkan pelemahan pada September 2018. Alhasil, ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical menurun 3% atau dari 3,3 juta ton pada Agustus tergerus menjadi 3,2 juta ton pada September.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengatakan, rendahnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global tidak menjadi daya magnet yang kuat kepada negara impor.

Pasalnya, harga minyak nabati lain juga sedang murah terutama kedelai, rapeseed, dan biji bunga matahari. “Harga kedelai jatuh hingga berada pada level terendah sejak 2007. Eskalasi perang dagang antara China dan AS mempunyai andil yang cukup besar dalam memengaruhi harga kedelai,” kata Mukti Sardjono dalam rilisnya di Jakarta. Pasar minyak sawit tidak bergeliat, meskipun harga sedang murah.

Baca Juga: Indonesia Lobi India soal Bea Masuk Sawit

Pasalnya, salah satu negara penghasil kedelai terbesar yaitu Argentina juga mengambil tindakan dengan mengurangi pajak ekspor kedelai guna menarik pembeli.

“Produksi minyak sawit yang meningkat terutama di Indonesia dan Malaysia memperburuk situasi sehingga stok menumpuk di dalam negeri,” katanya. Sepanjang September 2018, volume ekspor minyak sawit Indonesia (CPO, PKO, dan turunannya) tidak termasuk oleochemical dan biodiesel hanya mampu mencapai 2,99 juta ton.

Angka ini mengalami stagnasi dibandingkan bulan sebelumnya dengan kecenderungan menurun. Secara year on year kinerja ekspor minyak sawit dari Januari-September 2018 mengalami penurunan sebesar 1% atau dari 23,19 juta ton pada Januari-September 2017 turun menjadi 22,95 juta ton pada periode yang sama 2018.

 

India tetap menjadi negara pembeli tertinggi CPO dan produk turunannya dari Indonesia. Pada September ini impor India membukukan 779.440 ton. Angka ini mengalami penurunan 5% dibandingkan dengan impor bulan sebelumnya, di mana impor mencapai 823.340 ton.

Baru-baru ini, kata Mukti Sardjono, pemerintah India merilis kebijakan tentang biofuel, di mana target pencampuran bensin 20% untuk etanol dan 5% pencampuran diesel untuk biodiesel pada 2030.

Baca Juga: Perang Dagang AS-China Untungkan Sawit RI, Ini Penjelasannya

Kebijakan ini tentunya membuka peluang pasar lebih besar kepada Indonesia untuk memenuhi pencampuran biodiesel berbasis sawit. Pemerintah sudah seharusnya memberikan perhatian khusus kepada pasar minyak sawit di India, terutama terkait tarif bea masuk.

“Malaysia akan menikmati pengurangan tarif bea masuk masing-masing 5% untuk CPO dan refined productnya sebagai buah dari Free Trade Agreement (FTA) yang efektif diberlakukan pada 1 Januari 2019,” ujarnya.

Peluang Indonesia untuk mengisi kebutuhan minyak sawit India akan terus tergerus jika tidak ada langkah meningkatkan perdagangan baik melalui perjanjian bilateral (FTA) maupun perjanjian perdagangan khusus (preferential trade agreement).

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya