Dia juga mengatakan, pihak Pemerintah hanya ingin memastikan, bahwa setiap kontraktor itu bisa memenuhi target yang sudah ditetapkan SKK migas pada awal tahun. "Saya inginnya setiap target hulu yang disepakati dengan SKK Migas bisa tercapai. Itu saja. Terserah keuntungannya berapa," katanya.
Jonan pun memahami, jika beberapa lapangan di blok ONWJ merupakan fasilitas produksi yang sudah tua, serta mengalami fase penurunan produksi. "Tua tidaknya itu tergantung cara mengelolanya bagaimana, harus cari cara, itulah tantangannya bisnis migas," ungkapnya.
Kendati demikian, Jonan tetap memberikan apresiasi atas kinerja yang dilakukan oleh PHE ONWJ sejauh ini dalam capaian lifting minyak. Berdasarkan data SKK Migas hingga 17 November 2018, PHE ONWJ termasuk 10 besar KKKS yang memproduksi minyak di atas 5.000 Barrel Oil Per Day (BOPD). Bahkan, realisasi lifting migas PHE ONWJ mencatatkan rata-rata di atas 90% dari target APBN. Untuk minyak telah mencapai sebesar 29.521 BOPD dari target APBN 2018, yaitu 33.000 BOPD.
Jonan juga menuturkan, pengelolaan fasilitas produksi migas yang dijalankan secara optimal oleh Pertamina, diharapkan akan bisa mengangkat perusahaan plat merah tersebut, sebagai perusahaan pionir sebagai operator migas.