JAKARTA - Pemerintah berhasil menguasai tambang emas yang selama ini dikelola PT Freeport Indonesia (PTFI). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun dinilai telah berhasil mengembalikan aset besar negara tersebut ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Penambangan bawah tanah Freeport menargetkan untuk tahun depan melakukan investasi sampai 2041 dengan biaya sebesar USD14 miliar.
Adapun beberapa fakta mengenai tambang bawah tanah Freeport yang telah dirangkum oleh Okezone, Minggu (30/12/2018) :
1. Alasan Penambangan Di Atas Tanah Ditutup
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa penambangan di atas tanah akhirnya ditutup. Salah satu alasan utamanya adalah karena cadangan di atas tanah yang sudah habis.
Baca Juga: Cerita Sri Mulyani soal Divestasi Freeport: Saya Bangga Ikut Berjuang
“Open pit akhir tahun ini selesai,” ujarnya dalam acara Konfrensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Tony menambahkan, dengan ditutupnya tahun ini maka pihaknya akan mencari alternatif penambangan lain. Namun seluruh penambangan nantinya dapat dipastikan akan diatas tanah.
2. OpenPit Ditutup di 2019
Tony juga menyebut dengan ditutupnya open pit, maka produksi di tahun 2019 akan menurun. Namun, ke depan akan bertambah lagi meskipun dirinya tidak hafal anak detilnya.
“Tahun depan pasti akan berkurang karena open pit selesai. Tapi di 2020 naik lagi. 2021 naik lagi. Angkanya lupa saya,” jelasnya.
Baca Juga: KSPI Minta 3.200 Pekerja Freeport yang Kena PHK Bekerja Lagi
3. Freeport Tambah Investasi di Tambang Emas Papua
Tony mengatakan, untuk penambangan di bawah tanah pihaknya akan menanam investasi puluhan miliar dolar AS. Besarnya angka ini karena penambangan bawah tanah perlu dana yang besar.
“Ke depannya tambahan USD14 miliar. Itu sampai 2041,” ujarnya.
4. Freeport Bekerjasama dengan Holding BUMN
Menurut dia, Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Pihaknya mengaku antusias terkait kepastian kelanjutan bisnis perusahaannya bersama holding BUMN PT Inalum hingga 2041, baik secara hukum maupun fiskal. Kerja sama tersebut, menurutnya, sangat positif bagi Indonesia dan Freeport.
5. Proses divestasi sudah mencapai 51,2%
Seperti diketahui, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) baru saja menyelesaikan proses divestasi 51,2% sebagai pemegang mayoritas saham. Presiden Joko Widodo mengatakan hal itu merupakan momen bersejarah sejak Freeport beroperasi di Papua sejak 1973.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM), Fahmy Radhi, menilai dengan penguasaan 51,2% saham, pendapatan dividen yang akan diperoleh pemerintah jauh lebih besar dibanding saat menguasai saham hanya sebesar 9,6%.
6. Dalam Waktu 3 Tahun Akan Terjadi Pengembalian Dana USD3,8 miliar
Dengan demikian, kata dia, payback periode (waktu pengembalian dana) divestasi 51,2% saham Freeport sebesar USD3,8 miliar akan kembali dalam waktu 3 tahun.
“Setelah itu, Indonesia akan memperoleh pendapatan utuh sekitar USD1,4 miliar yang 10% dibagikan pada Pemerintah Daerah Papua, masih ditambah pendapatan dari royalti dan pajak,” kata dia.
7. Divestasi Saham Opsi Terbaik
Tak berhenti di situ, menurutnya, divestasi 51,2% saham Freeport Indonesia merupakan opsi terbaik yang rasional dan affordable dibanding opsi nasionalisasi atau pengambil alihan pada 2021, yang merupakan opsi mustahil dengan biaya ekonomi dan sosial lebih besar.
Penguasaan 51,2% saham Freeport dapat dimaknai sebagai upaya memperoleh pendapatan lebih besar yang dapat dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, seperti amanah konstitusi Pasal 33 UUD 1945.
“Tidak berlebihan dikatakan bahwa divestasi 51,2% saham Freeport dapat dimaknai sebagai proses awal pengembalian Freeport ke pangkuan Ibu Pertiwi,” kata dia.
(Feby Novalius)