JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap diskon atau potongan harga. Pasalnya, pusat-pusat belanja yang menawarkan great sale, big sale, mid night sale, dan lain-lain, menjelang tutup tahun.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, konsumen harus bersikap cerdas, bahkan waspada. Sebab, lazimnya pemberian diskon dilakukan dengan cara menaikkan harga terlebih dahulu, lalu diberikan diskon atau potongan harga. Jika hal ini yang terjadi maka layak disebut diskon palsu, alias diskon abal-abal.
“Lihatlah harga barang tersebut dengan kualitasnya. Kalau perlu dibandingkan dengan barang sejenis di tempat lain,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Jakarta, Minggu (30/12/2018).
Baca Juga: Pasokan BBM hingga Listrik Aman Selama Libur Tahun Baru 2019
Konsumen juga sebaiknya waspada dengan strategi marketing, seperti "membeli dua, gratis satu". Bisa jadi konsumen merasa lebih murah karena mendapatkan tiga item barang, tapi harga yang dikeluarkan untuk dua item barang saja.
“Konsumen tidak sadar bahwa ini adalah jebakan betman. Karena konsumen harus mengeluarkan uang lebih banyak, dari rencana semula,” tuturnya.
Praktik yang lain, diskon diberikan tetapi untuk barang yang sudah old fashion, khususnya untuk produk sandang. Bahkan yang lebih ekstrim diskon diberikan karena barang tersebut ada cacat tersembunyi, misalnya sobek, kancingnya sudah lepas, dan lainnya. Bahkan pada batas tertentu diskon diberikan kepada produk makanan/minuman yang sudah mendekati kadaluwarsa.
Baca Juga: Realisasi Penyaluran Uang Selama Libur Natal Tembus Rp80 Triliun
Oleh karena itu, kata Tulus, sebaiknya konsumen tetap kritis dalam menyikapi harga barang yang diberikan diskon. Jangan sampai terperangkap dengan diskon abal-abal dan atau kualitas kurang baik.
“Pelaku usaha seharusnya mengedepankan itikad baik dalam berbisnis. Jangan mengusung praktik dagang curang dan manipulatif. Memberikan diskon dengan menaikkan harga terlebih dahulu, adalah tindakan kriminal dan bisa dipidana, menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujarnya.
(Feby Novalius)