JAKARTA – Salah satu upaya strategis untuk memacu kinerja industri manufaktur adalah harmonisasi kebijakan dan peraturan lintas kementerian. Hal ini yang telah menjadi bagian dari program prioritas nasional berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Jadi, melalui kebijakan yang harmonis, aktivitas industri bisa terjaga dengan misalnya mendapatkan pasokan bahan baku, baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, industri juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) dan teknologi. Ini yang tidak terpisahkan,” papar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Menperin menjelaskan, pemerintah saat ini ingin mengembalikan industri manufaktur menjadi sektor andalan dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Pemilu Diprediksi Berdampak Positif untuk Industri Manufaktur
Guna mencapai sasaran tersebut, diperlukan langkah kolaborasi dan sinergi antara pemangku kepentingan terkait mulai dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, hingga masyarakat. “Dengan Making Indonesia 4.0, kita harus optimistis mengembalikan industri manufaktur sebagai sektor mainstream dalam pembangunan nasional sehingga Kementerian Perindustrian tidak sendirian dalam upaya menjalankan pengembangan industri di Indonesia,” tuturnya. Airlangga menambahkan, agar industri nasional semakin berdaya saing global, dibutuhkan pula biaya energi yang lebih kompetitif seperti listrik dan gas industri.
“Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif, termasuk melalui pemberian fasilitas insentif fiskal berupa tax holiday dan tax allowance ,” imbuhnya. Apalagi, saat ini pemerintah sudah mencanangkan penerapan sistem Online Single Submission (OSS) untuk penyederhanaan perizinan usaha yang sejalan dengan kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Program ini juga bertujuan guna menarik investor lebih banyak. “Dengan sistem OSS, begitu investor daftar, kemudian memenuhi syarat, dia langsung dapat tax holiday. Jadi lebih mudah. Baik itu investasi yang di bawah atau di atas Rp500 miliar, mereka akan dapat sekian tahun. Sedangkan, kalau di atas Rp30 triliun, bisa dapat tax holiday 20 tahun,” sebutnya.
Menperin meyakini, apabila kebijakan-kebijakan tersebut berjalan baik, bakal terjadi penambahan investasi, pertumbuhan populasi, dan peningkatan nilai tambah di sektor industri. Hingga Desember 2018 investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp226,18 triliun. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, pengembangan industri di Indonesia tidak semata bagian dari tugas Kemenperin, melainkan juga terkait dengan kementerian lain.
“Oleh karenanya diperlukan dukungan seperti Kementerian Keuangan untuk fiskalnya, Kementerian Perdagangan tentang distribusinya, dan BKPM mengenai investasi,” jelasnya. Wakil Presiden Direktur PT Pan Brothers Tbk Anne Patricia Sutanto mengakui dalam upaya membangun industri nasional yang berdaya saing global dibutuhkan waktu yang tidak singkat. Apalagi di sektor hulu untuk kembali untung dari investasinya bisa memakan waktu hingga tujuh tahun.
“Saya rasa semua pengusaha tidak ada yang mau dirugikan. Untuk itu, konsistensi pemerintah perlu bersifat panjang. Jadi, harus ada keselarasan di regulasinya, terutama dalam menghadapi industri 4.0,” ungkapnya.
(Oktiani Endarwati)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)