Kisah Singapura, Negara dengan Program Perumahan Umum Paling Sukses di Dunia

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Rabu 09 Januari 2019 15:48 WIB
Apartemen (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Proyek apartemen di Singapura dianggap sebagai salah satu proyek perumahan umum yang paling ambisius dan paling sukses di dunia. Kampung-kampung di Singapura sudah lama hilang, digantikan oleh gedung-gedung apartemen yang merupakan program perumahan umum. Namun meski masa sudah berganti, aturan perumahan ini dianggap usang.

"Saya ingat merasa sangat bebas. Ada banyak lahan untuk berlarian," kata Chuck Hio Soon Huat, sambil menyeruput kopinya di sebuah kedai kopi.

"Kami membuat mainan sendiri, memanjat pohon, mencelupkan kaki ke sungai, menembak burung, memetik buah."

Hio mengenang masa kecilnya bersama teman dan mantan rekan kerjanya, Lam Chun See. Tempat makan di mana mereka tengah berbicara dirancang seperti banyak pusat jajanan lain di Singapura, namun ada versi sentimental dari rancangan itu, atap kuno warna pastel di dalam sebuah plaza yang modern.

Singapura yang mereka ingat sangat berbeda dengan negara kota kontemporer yang terkenal akan jalan-jalannya yang bersih, bangunan modern serta mal mewah.

Baca Juga: 5 Tips Hemat Sewa Apartemen di Jakarta

Mereka berbicara soal tumbuh besar di kampung, desa-desa tradisional dengan rumah-rumah beratap seng yang kadang tak punya air atau listrik. Kampung hampir tidak ada lagi di Singapura. Kampung Lorong Buangkok ini adalah salah satu yang tersisa.

Kini, kampung hampir tak ada lagi di Singapura, tergantikan oleh bangunan tinggi yang dianggap sebagai salah satu proyek perumahan umum yang paling ambisius dan paling sukses di dunia. Tapi apa yang mendorong munculnya program ini, dan seefektif apa program ini bisa melayani generasi Singapura berikutnya?

'Sedikit bicara, banyak kerja'

Upaya untuk membangun perumahan umum di bawah pemerintahan Inggris dimulai pada 1920, namun perubahan berarti baru terjadi pada 1959, ketika People's Action Party (PAP) mulai berkuasa, kata Han Ming Guang di Singapore Heritage Society.

"Ada kebutuhan untuk mengembangkan beberapa area kunci di Singapura dan untuk merumahkan orang-orang jauh dari kota karena pemimpin PAP ingin mengubah Singapura jadi lebih modern," katanya.

Proses ini kemudian dipercepat ketika terjadi kebakaran di kampung pada 1961. Ribuan orang kehilangan rumah dan kekhawatiran pemerintah akan kondisi hidup yang kumuh dan padat pun semakin mendalam.

Pada 1960, Dewan Pengembangan Perumahan (HDB) didirikan dan dalam tiga tahun membangun lebih dari 31.000 flat. Dengan slogan ambisius, 'sedikit bicara, banyak kerja', ratusan ribu orang dipindahkan dari kampung ke flat-flat HDB, dan memunculkan banyak reaksi.

"Ada yang senang," kata Han. "Selama ini, kelompok ini tinggal di lahan pemerintah atau berbagi ruang sempit dengan orang lain dan tak punya listrik atau WC. Pindah ke flat HDB bagi mereka adalah berkah."

Tapi ada kelompok yang tak suka harus pindah. "Mereka mengusir kami," kata Lam Chun See, 66, yang menulis soal hari-harinya tinggal di kampung dalam blog Good Morning Yesterday. "Mereka mengambil tanah kami."

Lam merujuk pada Undang-undang Akuisisi Lahan yang mulai berlaku setahun setelah kemerdekaan Singapura pada 1965.

UU itu kontroversial namun Perdana Menteri Lee Kuan Yew menegaskan bahwa langkah ini penting. Aturan tersebut memungkinkan pemerintah untuk membeli lahan untuk proyek perumahan dengan harga murah dan memindahkan orang ke luar pusat kota.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya