JAKARTA - Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun memberikan penjelasan terkait peraturan tersebut
"Beberapa hari yang lalu kami keluarkan PMK 210 dan kemudian menimbulkan reaksi. Jadi pada saat ini kami berinisiatif undang idEA platform e-commerce yang aspirasinya selalu kami dengar dan konsultasikan, karena bagi pemerintah yang paling penting adalah memahami model bisnis mereka," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Baca Juga: Pajak E-Commerce Diatur demi Damaikan Pedagang Konvensional dan Online
Dia menjelaskan, keluarnya PMK 210 ini sebelum sudah didiskusikan sebelum adanya reaksi dari pelaku e-commerce. Di mana tujuannya untuk memajukan ekonomi digital dan e-commerce ini secara sustainable.
"Karena itu penting bagi Indonesia sebagai langkah ke depan bagi transformasi ekonomi Indonesia. Oleh karena itu kita perlu berdiskusi dan komunikasi insentif dengan para pelaku," tuturnya.
Maka itu, lanjut dia, pihaknya sudah mempelajari PMK 210 dan juga mempelajari secara teliti. Pertama, PMK ini bukan untuk memungut pajak online. PMK ini adalah mengenai tata cara. Yang di dalamnya yang menimbulkan reaksi seperti adanya keharusan buat NPWP atau NIK.
"Itu kami ingin sampaikan bahwa tidak ada keharusan untuk menyampaikan NPWP maupun dalam hal ini NIK. Nanti akan diatur dalam per Dirjen di Kemenkeu. Kenapa itu penting? Karena setelah mendengar dan berdiskusi, banyak pelaku baru yang disampaikan idEA, para ibu rumah tangga, mahasiswa, murid-murid, anak-anak SMP," katanya.
Baca Juga: Pelaku E-Commerce Tak Wajib Miliki NPWP
Bahkan, katanya yang ingin melakukan bisnis melalui platform, di mana mereka tidak boleh dan tak perlu dihalangi dengan kekhawatiran untuk melakukan penyerahan NPWP maupun NIK. Kenapa itu bisa di justify (membenarkan), karena mereka adalah pelaku baru yang pasti pendapatannya di bawah Rp54 juta.
"Kalau dimarjinkan dalam bentuk omzetnya mereka yang di bawah Rp300 juta itu adalah merek yang masih di bawah BPKP dari jumlah bersih pendapatan mereka. Sehingga kami tidak akan membebani nanti akan dibuat dalam perdirjen oleh dirjen pajak," pungkasnya.
(Dani Jumadil Akhir)