DP 0% Dinilai Bertolak Belakang dengan Semangat Kurangi Kendaraan Pribadi

Koran SINDO, Jurnalis
Kamis 17 Januari 2019 10:37 WIB
Ilustrasi: Foto Okezone
Share :

JAKARTA - Terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait uang muka (down payment /DP) 0% untuk kredit kendaraan bermotor dinilai bertolak belakang dengan semangat untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.

Di sisi lain, OJK berharap aturan DP 0% yang tertuang pada POJK Nomor 35/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan itu bisa mendorong pertumbuhan industri pembiayaan dan menjadi memicu pertumbuhan ekonomi.

Kendati demikian, dalam pelaksanaan DP 0% tersebut, OJK sangat selektif karena tidak semua nasabah maupun perusahaan penyedia kredit mendapatkan fasilitas itu. OJK mengatur hanya perusahaan pembiayaan sehat dengan non performing financing (NPF) atau kredit bermasalah kurang dari 1% yang bisa memberikan DP 0% dari harga jual kendaraan.

“DP 0% diberikan untuk calon debitur yang memiliki profil risiko sangat baik,” ujar Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W Budiawan di Jakarta kemarin.

Baca Juga: OJK: DP 0% Bukan Hanya Konsumtif tapi Juga Produktif

Ketentuan DP 0% juga diharapkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan alternatif transportasi yang sesuai kemampuannya. Menurut Bambang, karakteristik perusahaan pembiayaan yang sehat ditandai dengan pemilihan atau seleksi segmen pasar yang jelas dan proses underwriting yang hati-hati.

Dengan demikian, kebijakan tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan memicu kenaikan NPF, karena perusahaan pembiayaan yang layak harus memperhitungkan risiko.

“Tidak semua calon debitur yang layak juga bisa mendapatkan DP 0% ini,” ucap Bambang. Dalam Peraturan OJK disebutkan, bagi perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan nilai rasio NPF neto lebih dari 1- 3%, wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 10% dari harga jual kendaraan.

Hal tersebut berlaku untuk pembiayaan kendaraan bermotor roda dua dan tiga, kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Berbeda dengan itu, perusahaan pembiayaan yang memiliki nilai rasio NPF neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 3-5% wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 15% dari harga jual kendaraan.

Baca Juga: OJK: DP 0% Hanya untuk Perusahaan Sehat

“Khusus untuk perusahaan pembiayaan yang mempunyai nilai rasio NPF neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 5% wajib menerapkan ketentuan uang muka paling rendah 20% dari harga jual kendaraan,” imbuhnya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak Peraturan OJK Nomor 35/2018 tentang kredit 0% untuk mobil dan sepeda motor dibatalkan karena rawan dimanipulasi pada pelaksanaannya. Hal itu berkaca pada kenyataan selama ini syarat uang muka 30% untuk kredit mobil/ sepeda motor tidak diterapkan secara konsisten.

Akibatnya, kredit sepeda motor tanpa uang muka pun berjalan terus, lancar tanpa kendala. “Jadi, dengan syarat khusus untuk uang muka 0% oleh OJK, potensi pelanggarannya sangat besar, sebagaimana ketentuan uang muka 30%,” ujar Tulus saat dihubungi kemarin.

Dia melanjutkan, uang muka 0% hanya layak diberikan untuk kredit kendaraan untuk angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Selama ini justru kredit untuk kendaraan umum malah dengan syarat yang memberatkan perusahaan angkutan umum, baik swasta maupun BUMN/BUMD.

Selain itu, uang muka 0% hanya layak diberikan untuk kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, seperti mobil/sepeda motor listrik. “Bukan kendaraan bermotor yang berbasis energi fosil. Apalagi praktiknya kendaraan bermotor di Indonesia masih dominan menggunakan BBM jenis premium, yang sangat buruk dampaknya terhadap lingkungan,” ujarnya.

Menurut Tulus, POJK Nomor 35/2018 justru akan mendorong semakin tingginya polusi udara dan polusi suara yang lebih masif, serta bisa memicu kemiskinan baru di rumah tangga miskin.

“Terbukti, sejak booming 10 tahun terakhir kredit sepeda motor, rumah tangga miskin yang terjerat iming-iming kredit sepeda motor murah sangat masif,” ujarnya. Kebijakan OJK ini juga sangat kontraproduktif bagi lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan kota besar lain yang kerap dilanda kemacetan.

Menurut Tulus, kemacetan di Jakarta akan semakin parah karena nafsu untuk membeli kendaraan bermotor pribadi kian tinggi akibat adanya insentif 0%. “Buntutnya pembangunan infrastruktur transportasi massal seperti MRT/LRT dan Transjakarta akan mati suri,” katanya.

Penagihan Pihak Ketiga

Pada POJK terbaru juga diatur soal penagihan melalui pihak ketiga yang diperbolehkan. Hanya, ada berbagai syarat yang harus dipenuhi di antaranya berbadan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang, serta memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan.

Sementara itu, berdasarkan data OJK, per November 2018, terdapat 185 perusahaan pembiayaan (PP) yang terdiri atas 182 PP konvensional dan 3 PP syariah. Selain itu, terdapat 33 PP yang memiliki unit usaha syariah (UUS). Dari jumlah tersebut, aset pembiayaan perusahaan tercatat Rp500,39 triliun atau tumbuh 6,12% (yoy).

Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan 1 Indra mengatakan, komposisi aset industri PP terdiri atas aset perusahaan konvensional Rp477,51 triliun atau 95,43% dan aset PP syariah (full pledge dan UUS) sebesar Rp22,88 triliun atau 4,57%.

Adapun berdasarkan status ke pemilikan, komposisi aset indus tri PP terdiri atas aset PP yang terafiliasi dengan agen pemegang merek sebesar Rp213,07 triliun yang terdiri atas 30 PP atau 42,58%. Adapun aset PP yang terafiliasi dengan bank sebesar Rp158,87 triliun, ter diri atas 33 PP atau 31,75% dan aset PP yang tidak terafiliasi, Rp128,46 triliun terdiri atas 22 PP atau 25,67%.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya