JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan diperkirakan akan mengalami pelemahan karena aksi ambil untung investor.
Aksi tersebut merespons penguatan pada akhir pekan lalu setelah IHSG berhasil naik 0,75% atau 47,92 poin ke level 6.461. Transaksi pada akhir pekan lalu juga cukup ramai. Ini tercermin dari nilai transaksi saham mencapai Rp11,41 triliun dengan 16,85 miliar saham yang ditransaksikan. Analis BNI Sekuritas Dessy Lapagu menilai, salah satu pendorong penguatan IHSG pada penutupan perdagangan pekan lalu adalah data neraca perdagangan Indonesia periode Februari 2019 yang surplus USD330 juta. Angka itu di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan defisit. Meski demikian, pihaknya melihat bahwa sentimen positif tersebut bersifat jangka pendek dan belum berpotensi memengaruhi pergerakan IHSG pada pekan depan.
“Selain itu, data surplus tersebut diperkirakan akan berbalik arah menjadi defisit pada periode berikutnya seiring meningkatnya konsumsi pada Tahun Baru Imlek dan menjelang bulan Ramadan yang akan mendorong pelebaran nilai impor,” ujar Dessy di Jakarta, kemarin. Data indikator ekonomi yang akan dirilis pekan depan seperti suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan Indonesia, diperkirakan tidak akan berdampak signifikan pada IHSG. Pasalnya, karakteristik investor sudah price in terhadap ekspektasi suku bunga acuan yang diperkirakan masih akan dijaga pada level sama, yaitu 2,5% untuk AS dan 6% untuk Indonesia.
Baca Juga: IHSG Menguat 20 Poin di Awal Pekan
Dengan demikian, minimnya sentimen dari domestik dan penguatan IHSG berturut-turut selama tiga hari terakhir perdagangan berpotensi mendorong investor melakukan aksi ambil untung pada pekan depan. Menjelang pekan ke-3 Maret ini investor juga masih menunggu sisa emiten yang belum merilis laporan keuangan tahun 2018 yang diperkirakan berpotensi mendorong volatilitas IHSG lebih positif. “IHSG pekan depan diprediksi akan mengalami pelemahan pada rentang 6.369-6.429 dengan sektor pilihan adalah banking dan consumer ,” kata Dessy.
Analis OCBC Sekuritas Liga Maradona juga turut memberikan proyeksi akan terjadi pelemahan IHSG dalam sepekan. Indeks diprediksinya akan melemah di kisaran 6.410-6.530. Faktor eksternal menjadi sentimen berpengaruh terkait belum jelasnya perdamaian perang dagang antara AS dan China. Ini akan menjadi sentimen negatif bagi pergerakan IHSG. Sementara itu, Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai, surplus perdagangan pada Februari 2019 sebesar USD330 juta berarti sangat positif. Pertama, nilai impor yang turun cukup drastis mencerminkan kedisiplinan dalam menjaga bahan baku dan barang impor. Kedua , nilai ekspor masih positif kendati harga CPO dan batu bara sebagai komoditas andalan ekspor masih belum juga pulih.
Defisit perdagangan Januari-Februari 2019 yang mengecil menjadi katalis bagi pasar keuangan domestik untuk rebound. Rupiah berpotensi menguat dan stabil di kisaran Rp14.000 per dolar AS, sementara IHSG berpotensi melanjutkan penguatan menuju level 7.000-an. “Persepsi investor juga makin positif setelah sovereignrisk Indonesia di level Investment Grade versi lembaga pemeringkat Fitch Rating,” ujar Ryan. Senada dengan itu, Senior Portfolio Manager Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia Samuel Kesuma juga mengatakan, pasar saham Indonesia masih akan menarik bagi dana asing untuk masuk kembali. Karakter ekonomi Indonesia yang berorientasi domestik akan menjadi daya tarik di tengah moderasi pertumbuhan ekonomi global.
Sementara itu, kepemilikan asing di pasar saham Indonesia kini masih relatif rendah pasca-outflow sepanjang 2017-2018. “Kami mengunggulkan emiten yang berorientasi domestik dan tidak mengandalkan ekspor sebagai sumber pendapatan. Daya beli masyarakat akan terjaga karena nilai tukar rupiah telah menguat, tingkat inflasi terjaga, dan juga strategi fiskal untuk mendukung daya beli melalui dana sosial,” ujar Samuel. Menurutnya, valuasi IHSG di awal 2018 memang mencapai level tertinggi sehingga berdampak pada risiko pelemahan pasar yang besar. Sementara saat ini valuasi IHSG di level lebih wajar.
“Secara keseluruhan sulit menyatakan pola pasar akan berulang atau tidak, tapi menurut kami kondisi pasar saat ini lebih kondusif dibandingkan tahun lalu,” katanya.
(Hafid Fuad)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)