Kuasai pangsa pasar
Celakanya lagi, Agate, salah satu developer game asal Indonesia menyebut pangsa pasar game buatan developer asing mencapai 99,6% dari keseluruhan game yang beredar saat ini. Sehingga dapat dipastikan, jumlah uang yang dibelanjakan masyarakat Indonesia untuk menunjang hobinya bermain game diserok keluar oleh developer-developer game asing tersebut.
Lembaga riset Newzoo bahkan mencatat total pendapatan industri game di Indonesia pada 2017 mencapai USD880 juta dengan jumlah pengguna mencapai 43,7 juta orang. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai pasar industri game terbesar ke-16 di dunia.
Dengan jumlah pendapatan dari Indonesia sebesar itu, artinya developer game lokal hanya mendapat bagian USD3,52 juta saja. Sedangkan USD876,4 juta sisanya kamu bagikan layaknya Sultan ke developer game dari negara lain.
Kebijakan Jepang dan China
Oleh karena itu tidak heran jika BI sampai menerbitkan fatwa yang memastikan bahwa game-game online tersebut berpotensi merugikan keuangan negara dalam jangka panjang.
Bandingkan dengan Jepang, di mana industri game lokal bisa mendapatkan 81 persen pangsa pasar secara keseluruhan. Sama halnya dengan China, di mana 68 persen pangsa pasar game dikuasai oleh produk game dalam negeri.
Pemerintah Negara Tirai Bambu tersebut bahkan memiliki aturan bahwa game dari luar negeri tidak bisa dirilis tanpa menggandeng perusahaan lokal. Dengan cara ini, developer game China bisa belajar dan mengejar ketertinggalan sumber daya manusianya untuk bersaing di pasar game global. Hal yang jelas bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia.
Padahal bila didukung, industri game memiliki potensi yang amat besar karena memiliki segmen pasar yang terbesar di dunia hiburan. Bahkan mampu mengalahkan segmen pasar perfilman dan musik.
(Dani Jumadil Akhir)