Waspadai Pencucian Uang di Fintech!

, Jurnalis
Senin 01 April 2019 09:35 WIB
Ilustrasi: Foto Shutterstock
Share :

OJK juga sudah menelurkan peraturan untuk mencegah terjadinya pencucian uang. Tepatnya melalui POJK Nomor 12/POJK.01/2017. Namun peraturan tersebut hanya berlaku bagi perusahaan jasa keuangan (PJK) yang non fintech.

Karena fintech sendiri merupakan model bisnis yang baru saja masuk ke dalam cakupan OJK untuk pengawasannya. Khusus untuk perusahaan fintech yang berbisnis peer to peer lending, baru akan diberi kewajiban untuk mengikuti POJK Nomor 12 tersebut pada tahun 2021 mendatang.

Masuknya fintech dalam lingkup pengawasan OJK merupakan bentuk hadirnya dua direktorat baru yakni direktorat Inovasi Keuangan Digital serta Direktorat Perizinan dan Pengawasan Fintech. Dua unit baru tersebut merupakan bentuk respon atas masifnya pergerakan fintech di Indonesia.

“Saat ini Lembaga fintech belum diwajibkan untuk memberikan LPKT atau laporan transaksi keuangan tunai kepada OJK,” katanya saat acara diskusi yang berjudul “Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme: Ancaman Bagi Perkembangan Industri Fintech,” di Jakarta.

Sementara itu Direktur PT Pembayaran Lintas Usaha Sukses (ESPAY CDD) Joshua Dharmawan mengatakan peluang pencucian uang dan pendanaan terorisme terbuka lebar melalui bisnis pinjaman online, pembelian investasi online, dan asuransi online.

Oleh karena itu, pihaknya telah bekerjasama dengan Dow Jones dan TESS International untuk menyediakan sistem customer due diligence (CDD). Melalui CDD itu nantinya proses identifikasi dan juga verifikasi terhadap profil pelanggan yang akan melakukan transaksi keuangan dapat terpantau.

Rapor Merah untuk NPL

Sementara itu terkait dengan kinerja, industri yang belum lama berdiri ini tampaknya mulai tertekan. Hal Itu terlihat dari rapor untuk rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada akhir 2018 lalu yang merangkak naik ke angka 1,45% padahal pada 2017 rasio NPL industri fintech masih berada di level 0,99%.

Terbatasnya jumlah data transaksi pinjaman untuk fintech lending diduga menjadi salah satu penyebab membengkaknya rasio kredit bermasalah di industri anyar tersebut.

Maklum, selama ini perusahaan fintech yang berbasis bisnis pada pemberian kredit masih sangat bergantung pada sistem credit scoring yang dilakukan oleh mesin kecerdasan buatan.

Sedangkan terkait dengan penyaluran pinjaman, hingga akhir tahun lalu, sebanyak RP22,67 triliun dana kredit berhasil didistribusikan ke konsumen fintech lending. Capaian tersebut naik lebih dari 700 persen dari realisasi penyaluran kredit oleh fintech lending baru di 2017 yang hanya mencapai Rp2,56 triliun

Berdasarkan data OJK, pada akhir tahun lalu jumlah rekening lender atau pemberi pinjaman mencapai 207.506 entitas. Jumlah tersebut meningkat lebih dari 100 persen dari posisi 2017.

Sedangkan untuk rekening peminjam, jumlahnya sudah mencapai angka 4,35 juta entitas atau bertumbuh lebih dari 1.500 persen dibanding tahun 2017.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya