JAKARTA - Insinyur Institut Teknologi Massachusetts (MIT) membuat desain untuk sistem penyimpanan energi terbaru, seperti tenaga surya dan turbin angin.
Energi yang didapat akan dikembalikan ke jaringan listrik sesuai dengan rencana yang dibuat untuk konsep smart city. Sistem ini mampu memberikan daya pada kota kecil, tidak hanya pada saat matahari terbit atau angin yang bertiup kencang, tetapi sepanjang waktu.
Desain baru penyimpanan panas tenaga surya dan turbin angin dimasukkan dalam tangki besar bersilikon cair. Cahaya panas dari logam yang menyala akan diubah menjadi listrik ketika dibutuhkan.
Para peneliti memperkirakan bahwa sistem ini akan lebih terjangkau daripada baterai lithium-ion yang diusulkan sebagai metode layak. Meskipun mahal, desain penyimpanan energi ini lebih efisien untuk menghasilkan kota yang bersih dan bebas polusi.
Baca Juga: Sederet Fakta Perjuangan Swedia Gunakan Energi Terbarukan
Mereka mengatakan sistem ini akan menelan biaya sekitar setengah dari penyimpanan hidro elektrik (berbasis air) yang dipompa. Hidro elektrik dikenal sebagai bentuk termurah dari penyimpanan energi skala grid hingga saat ini.
“Bahkan, jika kita ingin menjalankan grid pada energi terbaru saat ini, kita tidak bisa, karena anda akan membutuhkan turbin berbahan bakar fosil untuk menembus fakta bahwa pasokan terbaru tidak dapat dikirim sesuai permintaan,” kata Asegun Hendry dari Departemen Teknik Mesin MIT dikutip dari Scitechdaily.
Hendry dan rekan-rekan peneliti sedang mengembangkan teknologi terbaru ini. Ia berharap bisa menyelesaikan masalah paling penting dan kritis dalam energi serta perubahan iklim, yaitu masalah penyimpanan energi.
Dalam sebuah proyek, para peneliti ditantang untuk mencari cara meningkatkan efisiensi bentuk energi terbaru yang dikenal sebagai tenaga surya terkonsentrasi. Sistem ini membutuhkan bidang besar yang memusatkan sinar matahari ke menara pusat di mana cahaya diubah menjadi panas dan terakhir diubah menjadi listrik.
“Alasan mengapa teknologi itu menarik adalah sekali anda melakukan proses memfokuskan cahaya untuk mendapatkan panas, anda dapat menyimpan panas jauh lebih murah daripada anda dapat menyimpan listrik,” kata Hendry.
Baca Juga: Good Bye Minyak Cs, Swedia Gunakan 100% Energi Terbarukan pada 2030
Pembangkit listrik tenaga surya terkonsentrasi menyimpan panas matahari dalam tangki besar yang diisi dengan garam cair dan dipanaskan hingga suhu tinggi sekitar 1,000 0F.
Ketika listrik diperlukan, garam panas dipompa menjadi uap dan turbin angin mengubah uap itu menjadi listrik. Teknologi ini telah ada selama beberapa waktu silam. Hendry mengetahui hal ini sebelum adanya proyek ini, namun biaya yang dikeluarkan tidak pernah lebih rendah untuk bersaing dengan gas alam.
“Jadi ada dorongan untuk beroperasi pada suhu yang jauh lebih tinggi sehingga anda bisa menggunakan mesin panas yang lebih efisien dan menurunkan biayanya,” ungkapnya.
Awalnya tim menggunakan garam dalam tabung untuk memanaskan suhu. Namun, suhu panas yang berlebih akan merusak tabung baja stainless yang digunakan untuk tempat penyimpanan energi.
Baca Juga: Gandeng Swedia, Target Energi Terbarukan 23% di 2025 Bisa Tercapai?
Hendry dan tim mencari medium selain garam yang mampu menyimpan panas pada suhu jauh lebih tinggi. Mereka mengusulkan logam cair dan akhirnya menetapkan di silikon, logam paling banyak di Bumi dan bisa menahan suhu sangat tinggi, yaitu lebih dari 4.000 0F.
Tahun lalu, tim mengembangkan pompa yang bisa menahan panas energi dari dalam tabung. Pompa ini memiliki toleransi tertinggi sehingga prestasi ini tercatat dalam “Buku Guinness of World Records”.
Sekarang para peneliti telah menguraikan konsep mereka untuk sistem penyimpanan energi terbaru. Mereka sebut sebagai Penyimpanan Grid Energi Panas-Persimpangan Multi Fotovoltaik (TEGS-MPV).