"Level bunga acuan yang 6% saat ini sesungguhnya sudah priced in atau factor in di mana level 6% ini sudah mempertimbangkan peluang FFR bertahan di level sekarang ini atau turun 25 bps hingga akhir 2019 ini," tuturnya.
Dia menilai, langkah BI pada 2018 yang secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 175 bps dari 4,25% ke 6% merupakan langkah preemptive dan ahead the curve yang tepat dan taktis mengiringi kenaikan FFR 100 bps pada saat itu. Namun untuk RDG BI saat ini sebaiknya tidak menaikkan suku bunga alias tetap di level 6% sebagaimana RDG April 2019 lalu adalah langkah tepat.
"Keputusan ini bisa membantu penguatan daya tahan ekonomi Indonesia terhadap tekanan eksternal seperti trade war AS vs China, risiko geopolitik, perlambatan ekonomi global, masih melemahnya harga komoditas dan kebuntuan solusi Brexit. Kemudian menjaga stabilitas makroekonomi, khususnya tekanan terhadap Rupiah pasca rilis BPS yang mencatat defisit neraca perdagangan April 2019 yg sebesar USD2,5 miliar dolar AS dan mempertahankan daya tarik investor asing untuk memegang aset dalam Rupiah karena lebih atraktif," ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)