Akurasi Peta Lahan Jadi Hambatan Restoran Gambut di RI

Dani Jumadil Akhir, Jurnalis
Rabu 02 Oktober 2019 19:34 WIB
Akurasi Peta Jadi Kendala Restorasi Gambut (Foto: Ist)
Share :

JAKARTA - Persoalan akurasi dan sedikitnya data peta lahan gambut jadi salah satu hambatan yang dihadapi Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk menjalankan mandat restorasi dan supervisi lahan gambut empat tahun belakangan.

 Baca Juga: Ganggu Ekonomi, Langit Merah Jambi seperti di Film Star Wars?

Peta indikatif gambut yang saat ini menjadi pedoman restorasi gambut adalah peta dengan skala 1:250.000 dan mengacu pada Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

"Kalau untuk pedoman teknis peta ini cukup, tapi tentu supaya bisa lebih akurat saat turun ke lapangan sebenarnya perlu peta yang lebih komprehensif. Ini memang tantangan yang dihadapi BRG sejak mereka berdiri," kata akademisi dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor Baba Barus dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

 Baca Juga: Tak Mudah Restorasi 2,7 Juta Ha Gambut, Ternyata Masalahnya di Sini

BRG melalui Keputusan Kepala BRG No. SK.05/BRG/KPTS/2016 sudah berinisiatif melakukan perincian peta rencana kerja restorasi dari skala 1:50.000 hingga skala 1:2.500 di daerah prioritas utama. Bekerja sama dengan beberapa universitas, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan World Resource Institute (WRI), BRG menggunakan teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR) untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

 

Upaya BRG ini patut diapresiasi mengingat peta yang utuh dalam kesatuan hidrologis gambut (KHG) hanya tersedia di sangat sedikit lokasi. "Kalau BRG bisa menyediakan peta ekosistem gambut semua level, maka ini sangat membantu untuk keperluan konstruksi pembasahan gambut," kata Barus.

Menurut Barus, tanggung jawab akurasi peta lahan gambut sebenarnya ada di bawah Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan (BBSDLP). Lembaga ini diamanatkan melakukan pemetaan ulang sekaligus mendukung kebijakan One Map Policy (OMP) salah satunya untuk aktivitas di lahan gambut.

"Survei tanah sistematis skala 1:50.000 baru selesai tahun lalu oleh lembaga berwenang dan belum dirilis menjadi peta. Harusnya mereka bisa menggabungkan data jadi utuh termasuk dari yang sudah dihimpun BRG," kata Barus.

 

Dia juga menekankan perlunya koordinasi antar instansi yang cepat untuk mendapatkan dan mengumpulkan data agar bisa menjadi peta yang terintegrasi menyeluruh. Menurutnya, inisiatif dari BRG dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan perusahaan sudah sangat tinggi.

"Tapi fakta di lapangan, komitmen daerah bervariasi dan inisiatif pembuatan data dari daerah sangat rendah. Ada juga kemungkinan data perusahaan terkait lahan tidak dimunculkan ke publik karena dianggap properti mereka," kata Barus.

Terkait urgensi pemetaan gambut supaya bisa ditangani secara tepat, Barus juga mengimbau harus ada lembaga yang diberi wewenang membuat dan mengumpulkan data secara utuh dan lengkap. "Harus bisa memaksa organisasi lain untuk menyerahkan data. Jangan ada lagi yang berkilah terhambat tugas pokok dan fungsi," katanya.

 

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya