JAKARTA - Persoalan akurasi dan sedikitnya data peta lahan gambut jadi salah satu hambatan yang dihadapi Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk menjalankan mandat restorasi dan supervisi lahan gambut empat tahun belakangan.
Baca Juga: Ganggu Ekonomi, Langit Merah Jambi seperti di Film Star Wars?
Peta indikatif gambut yang saat ini menjadi pedoman restorasi gambut adalah peta dengan skala 1:250.000 dan mengacu pada Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
"Kalau untuk pedoman teknis peta ini cukup, tapi tentu supaya bisa lebih akurat saat turun ke lapangan sebenarnya perlu peta yang lebih komprehensif. Ini memang tantangan yang dihadapi BRG sejak mereka berdiri," kata akademisi dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Institut Pertanian Bogor Baba Barus dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Baca Juga: Tak Mudah Restorasi 2,7 Juta Ha Gambut, Ternyata Masalahnya di Sini
BRG melalui Keputusan Kepala BRG No. SK.05/BRG/KPTS/2016 sudah berinisiatif melakukan perincian peta rencana kerja restorasi dari skala 1:50.000 hingga skala 1:2.500 di daerah prioritas utama. Bekerja sama dengan beberapa universitas, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan World Resource Institute (WRI), BRG menggunakan teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR) untuk mendapatkan data yang lebih akurat.