Oleh karenannya, dalam proses penilain kelayakan ekspor, surveyor yang ditunjuk untuk ukur kadar dilakukan dua, dari pihak penjual dan pembeli. Ini dilakukan untuk mencapai asas keadilan agar tidak perbedaan.
Adapun untuk sistem pembayaran atau penjualan antara penambang dan pengusaha smelter, Bahlil menyerahkannya pada kedua belah pihak. Dan jika dibutuhkan, pemerintah bakal mediasi.
"Jika ini terjaga dengan baik saya yakin negara kedepan akan lebih baik. Kemudian investasi akan bertambah sebab ada kepastian dari investor dan pengusaha lokal akan berkembang," jelas Bahlil.
Sementara Ketua Umum AP3I Prihadi Santoso menyambut baik kebijakan tersebut. Bahkan menurutnya, para pengusaha smelter mau menampung bijih ekspor yang harusnya diekspor.
Dari data yang dihimpun, ada kurang lebih 14 smelter nikel sudah beroperasi. Sementara dari data Kementerian ESDM, ada 27 smelter akan masih dibangun dan dalam tahap penyelesaian.
"Sudah nampung semua nikel ore. Indonesia sebagai negara nomor satu yang miliki cadangan nikel dikelola dengan baik. Kalau kita sudah bertemu jadi satu, kita ingin agar NKRI makin berkibar. Ini waktunya untuk stok ekspor dan dikelola dalam negeri," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)