JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, pemerintah sudah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau omnibus law perpajakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir Januari 2020.
Baca Juga: Ada Omnibus Law, WNI di Luar Negeri Bisa Bebas Pajak di RI
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyatakan, usai diserahkan pemerintah kini tinggal menunggu pembahasan lebih lanjut oleh DPR untuk pada akhirnya bisa disahkan. Dia bilang, tujuan dari ombinus law perpajakan untuk penguatan ekonomi Indonesia.
"Karena kondisi ekonomi sudah dipahami butuh sesuatu agar ekonomi bisa meningkat, berkembang lagi. Jadi harapannya pembangunan nasional mengalami peningkatan," kata Suryo di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Suryo memaparkan, omnibus law perpajakan terdiri dari 6 pilar dan 14 kebijakan baru yang dapat mendukung peningkatan investasi di Indonesia. Menurutnya, terdapat beberapa UU yang terdampak yakni UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP), UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dan UU Pemerintah Daerah (Pemda).
"Jadi yang disampaikan (ke DPR) itu komplit, sudah termasuk draft RUU dan naskah akademik. Kalau surpres (surat presiden) kan hanya pengantar saja," kata Suryo.
Baca Juga: Omnibus Law Pangkas Pendapatan Negara dari Pajak Rp86 Triliun
Secara rinci, pilar pertama untuk meningkatkan pendanaan investasi yang terdiri dari 4 kebijakan baru. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif PPh Badan secara bertahap dari 25% menjadi 22% di tahun 2021 dan 2022, dan menjadi 20% mulai 2023, dan seterusnya.
Kedua, ditetapkan penurunan tarif PPh badan bagi perusahaan go public atau terbuka. Ketiga, penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri, serta keempat adalah penyesuaian tarif PPh Pasal 26 atas bunga.