JAKARTA - Ekonomi Singapura masuk resesi setelah pertumbuhan ekonomi negara tersebut minus 41,2% pada kuartal II-2020 akibat dampak pandemi virus corona.
Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, Indonesia tidak akan bernasib seperti Singapura. Sebab, peranan ekspor barang dan jasa dalam produk domestik bruto (PDB) sangat tinggi, bahkan jauh lebih besar dari PDB, yaitu 174%. Hal tersebut karena Singapura merupakan negara transhipment dan menjadi penghubung negara-negara tetangganya termasuk Indonesia
“Apakah Indonesia bakal mengalami derita sangat dalam seperti Singapura? Insya Allah tidak,” kata Faisal di blog pribadinya yang dikutip Okezone, Sabtu (18/7/2020).
Baca Juga: Pengusaha Prediksi Ekonomi Indonesia Minus 5% di Kuartal II-2020
Bila dibangdingkan dengan Indonesia, peranan ekspor barang dan jasa jauh lebih rendah dari Singapura, hanya 18,4%. Sementara itu, peranan impor hampir sama dengan peranan ekspor, yaitu 18,9%.
“Jadi kemerosotan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) justru positif buat pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan sumbangsih dalam meredam kemerosotan pertumbuhan,” ujarnya.
Dia menambahkan, membandingkannya dengan data impor, untuk kasus Singapura porsi impor dalam PDB, walaupun juga tinggi lebih rendah dari porsi impor, yaitu 146%.
Baca Juga: Ekonomi RI Kuartal II-2020 Minus, Menko Airlangga: Bersyukur Lebih Baik dari Malaysia
“Jadi efek netonya negatif terhadap pertumbuhan,” ujarnya.
Menurut dia, beberapa negara tetangga di ASEAN lebih terpukul ketimbang Indonesia. Misalnya, Malaysia dan Thailand, yang diprediksi mengalami kontraksi karena peranan perdagangan luar negerinya relatif tinggi dan jauh lebih tinggi dari Indonesia tetapi jauh lebih rendah dari Singapura.
“Peranan ekspor dan impor di Malaysia masing-masing 65% dan 58%, sedangkan di Thailand 60% dan 51%,” kata dia.
Sebagai informasi, resesi didefinisikan jika pertumbuhan dua kuartal berturut-turut mengalami minus. Tercatat, pada kuartal I-2020, ekonomi Singapura minus 3,3%.
(Feby Novalius)