JAKARTA - Indonesia dihantui resesi. Hal itu bisa terjadi jika pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 minus 4% dan berlanjut minus 1,3%-1,5% di kuartal tiga tahun ini. Kalau itu terjadi, maka ada sejumlah persoalan baru yang harus ditangani pemerintah.
Baca Juga: Chatib Basri Beberkan Alasan Indonesia Tak Bisa Terapkan Lockdown
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mencatat, akibat resesi lapangan pekerjaan semakin sempit, angka pengangguran membengkak, dan angka kemiskinan dalam negeri naik signifikan.
"Jika resesi terjadi maka, lapangan kerja susah, pengangguran bertambah, kondisi ini berimplikasi pada angka kemiskinan," ujarnya dalam diskusi virtual, Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Baca Juga: Lockdown Lahirkan Generasi R, Siap Kerja Kapan dan di Mana Saja
Resesi, kata Tauhid, juga berdampak pada aspek sosial. Di mana, sejumlah kehidupan masyarakat terganggu akibat kehilangan pendapatan dan pekerjaan, hal ini berpotensi memicu konflik sosial atau konflik horizontal di masyarakat.
Selain itu, pendidikan akan terganggu atau angka putus sekolah bisa terjadi. Bahkan, investasi menurun tajam karena dana yang ada digunakan untuk mempertahankan kebutuhan konsumsi. Selain itu, nilai real estate juga akan turun karena banyak rumah tangga yang menurunkan niatnya untuk menyewa atau membeli real estate.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, lanjut Tauhid, pinjaman dan utang akan semakin meningkat. "Pinjaman dan utang akan semakin meningkat karena keluarga akan mencari sumber pinjaman baru," kata dia.
Namun demikian, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk menghindari resesi yang berpotensi dialami Indonesia. Pertama, keseriusan dan ketegasan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. "Pemerintah harus serius dan tegas dalam melakukan tracing, testing, isolating dan curing," kata dia.
Selain itu, berbagai insentif berupa bantuan sosial (bansos) terus digalakan. Dia menyarankan setidaknya, nilai bansos juga harus diperbesar menjadi 1-1,5 juta. Hal itu agar pemenuhan kebutuhan per keluarga bisa terpenuhi. Pemerintah juga perlu mengalokasikan anggaran untuk UMKM non restrukturisasi dan non KUR. Setidaknya ada 80% UMKM yang harus menjadi sasaran.
(Dani Jumadil Akhir)